
Kredit konsumsi yang disalurkan perbankan tumbuh 10,3% YoY pada Januari 2025, mencapai Rp2.213,4 triliun. Segmen Kredit Pemilikan Rumah (KPR) mencatat pertumbuhan signifikan sebesar 10,8% YoY, didorong oleh berbagai insentif pemerintah. Namun, di sisi lain, Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dan Kredit Tanpa Agunan (KTA) mengalami perlambatan. Kebijakan makroprudensial Bank Indonesia (BI) dan insentif fiskal pemerintah dinilai menjadi faktor utama dinamika pertumbuhan ini.
Fokus utama:
- KPR meningkat 10,8% YoY menjadi Rp796,7 triliun, seiring dengan insentif PPN dan kebijakan likuiditas BI.
- Kredit kendaraan melambat ke 7% YoY, sementara KTA turun ke 10,4% YoY akibat daya beli yang melemah.
- Insentif likuiditas dan keringanan pajak bertujuan menjaga momentum pertumbuhan sektor properti dan kredit konsumsi.
Kredit konsumsi yang disalurkan perbankan mencatat pertumbuhan 10,3% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada Januari 2025, mencapai Rp2.213,4 triliun. Namun, tren pertumbuhan yang kuat di segmen Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tidak diikuti oleh Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dan Kredit Tanpa Agunan (KTA), yang mengalami perlambatan.
Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan, KPR tumbuh 10,8% YoY menjadi Rp796,7 triliun, naik dari 10,1% YoY pada bulan sebelumnya. Kredit properti secara keseluruhan juga meningkat 6,8% YoY menjadi Rp1.410,8 triliun, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Desember 2024 sebesar 6,6%.
“Pertumbuhan ini terutama ditopang oleh kenaikan kredit KPR dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) sebesar 10,8% YoY, sementara kredit konstruksi dan real estate tumbuh masing-masing 0,1% dan 5,6%,” tulis laporan BI yang dirilis Senin (24/2).
Namun, di sisi lain, KKB hanya tumbuh 7% YoY, melambat dari 8,1% pada Desember 2024. Total kredit kendaraan yang disalurkan mencapai Rp144,1 triliun. Kredit multiguna, yang mencakup KTA, juga mengalami penurunan pertumbuhan dari 11,1% pada Desember 2024 menjadi 10,4% di Januari 2025, dengan total pembiayaan mencapai Rp1.273,2 triliun.
Dinamika pertumbuhan kredit ini tidak lepas dari kebijakan makroprudensial yang diterapkan BI serta stimulus fiskal pemerintah. BI telah menambah insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) dari 4% menjadi 5% dari Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan, yang mulai berlaku 1 April 2025.
Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan bahwa kebijakan ini sejalan dengan program Asta Cita pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, khususnya di sektor perumahan. “Insentif KLM di sektor perumahan, termasuk rumah rakyat, akan dinaikkan bertahap dari Rp23 triliun menjadi sekitar Rp80 triliun,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah memperpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk rumah tapak dan rumah susun, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 13/2025 yang mulai berlaku pada 4 Februari 2025.
“Insentif PPN ini diharapkan menjaga daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan sektor ekonomi lainnya,” ujar Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu.
Berbeda dengan sektor properti, pembiayaan kendaraan bermotor dan kredit tanpa agunan menunjukkan tren melemah. Hal ini diduga terkait dengan daya beli masyarakat yang mulai tergerus akibat tekanan inflasi dan kenaikan suku bunga kredit.
Faktor lain yang berkontribusi adalah perubahan preferensi masyarakat dalam mengakses pembiayaan konsumtif. Selain itu, kebijakan perbankan yang semakin selektif dalam memberikan kredit kendaraan juga memengaruhi pertumbuhan sektor ini.
Para analis memperkirakan pertumbuhan kredit konsumsi akan tetap positif, meskipun terdapat tantangan pada sektor kendaraan dan multiguna. Sektor properti diprediksi tetap menjadi pendorong utama, seiring dengan stimulus pemerintah dan BI.
Namun, stabilitas ekonomi makro dan kebijakan suku bunga akan menjadi faktor kunci dalam menjaga momentum pertumbuhan kredit secara keseluruhan.
“Kami optimistis pertumbuhan kredit tetap solid, terutama di sektor perumahan, selama kebijakan insentif tetap berlanjut,” ujar Perry Warjiyo.
Dengan kombinasi insentif pajak, kebijakan likuiditas yang lebih longgar, dan perbaikan daya beli, tren kredit konsumsi ke depan diperkirakan akan lebih stabil, meskipun masih terdapat tantangan di beberapa segmen. ■