OJK luncurkan Indonesia Anti-Scam Center, harapan baru lindungi masyarakat dari kejahatan keuangan

- 12 Februari 2025 - 11:37

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Indonesia Anti-Scam Center (IASC) dan Sistem Informasi Pelaku di Sektor Jasa Keuangan (SIPELAKU) sebagai upaya memberantas penipuan keuangan yang semakin marak. Dengan IASC, korban scam berpeluang lebih besar mendapatkan pengembalian dana lebih cepat. Sementara itu, SIPELAKU akan menjadi basis data rekam jejak pelaku keuangan untuk meningkatkan integritas sektor ini.


Poin utama:

  1. OJK mendirikan Indonesia Anti-Scam Center (IASC) sebagai platform kolaborasi antara industri keuangan dan otoritas untuk menangani kasus penipuan keuangan secara cepat dan efektif.
  2. IASC memungkinkan korban penipuan online memperoleh pengembalian dana lebih cepat melalui koordinasi dengan bank, penyedia jasa pembayaran, dan e-commerce.
  3. Sistem Informasi Pelaku di Sektor Jasa Keuangan (SIPELAKU) membantu industri keuangan mengidentifikasi pelaku fraud dan mencegah potensi kerugian di masa depan.

Menghadapi maraknya kejahatan keuangan berbasis digital, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meresmikan Indonesia Anti-Scam Center (IASC) dan Sistem Informasi Pelaku di Sektor Jasa Keuangan (SIPELAKU). Kedua inisiatif ini bertujuan mempercepat respons terhadap kasus penipuan (scam) dan meningkatkan transparansi serta integritas industri jasa keuangan.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menegaskan bahwa OJK bersama pemangku kepentingan terus memperkuat sinergi dalam menghadapi kejahatan finansial yang semakin kompleks.

“Kami meluncurkan Indonesia Anti-Scam Center agar korban penipuan memiliki peluang lebih besar mendapatkan pengembalian dana dengan proses yang lebih cepat,” ujar Mahendra dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2025 di Jakarta, Selasa (11/2).

Menurut Mahendra, IASC akan beroperasi sebagai forum kerja sama antara Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI), perbankan, penyedia jasa pembayaran, e-commerce, dan entitas terkait lainnya.

Dengan mekanisme kerja yang lebih sistematis, laporan kejahatan keuangan dapat ditindaklanjuti lebih cepat, memberikan efek jera bagi para pelaku, serta melindungi konsumen dari kerugian yang lebih besar.

Langkah OJK ini bukan tanpa alasan. Berdasarkan data Interpol, kerugian akibat penipuan berbasis digital di Asia Tenggara mencapai lebih dari US$ 1 miliar setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri, OJK mencatat adanya peningkatan kasus penipuan keuangan sebesar 37% pada 2024 dibanding tahun sebelumnya. Kejahatan ini mencakup phishing, investasi bodong, serta penyalahgunaan layanan keuangan digital seperti peer-to-peer (P2P) lending ilegal.

Sejalan dengan itu, OJK juga meresmikan SIPELAKU, sebuah sistem yang mencatat rekam jejak pelaku di sektor jasa keuangan. “SIPELAKU akan menjadi langkah preventif bagi industri dalam melakukan hubungan ekonomi dengan individu atau perusahaan yang memiliki riwayat fraud,” jelas Mahendra.

SIPELAKU memungkinkan lembaga keuangan untuk mengakses informasi mengenai entitas yang terlibat dalam aktivitas keuangan ilegal, sehingga dapat mengurangi risiko penipuan berulang. Ke depan, sistem ini akan diperluas dengan sumber data yang lebih komprehensif, mencakup informasi dari regulator lain serta laporan masyarakat.

Inisiatif ini juga diperkuat dengan pembentukan Global Anti-Scam Alliance Indonesia Chapter, yang bertujuan menciptakan ekosistem keuangan yang lebih aman dan terpercaya. OJK berharap langkah ini dapat menjadi tonggak penting dalam memperkuat pengawasan dan perlindungan konsumen di era digital.

Mahendra menegaskan bahwa masyarakat juga perlu lebih waspada terhadap berbagai modus kejahatan keuangan. “Kunci utama dalam mencegah penipuan adalah edukasi dan literasi keuangan. OJK akan terus meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat agar mereka lebih cermat dalam memilih layanan keuangan,” katanya.

Dengan semakin canggihnya teknologi keuangan, OJK mengimbau seluruh pelaku industri dan konsumen untuk aktif melaporkan kasus dugaan penipuan keuangan. “Keamanan sektor keuangan bukan hanya tanggung jawab regulator, tetapi juga industri dan masyarakat,” tandas Mahendra. ■

Comments are closed.