Dalam dunia yang semakin terkoneksi, adopsi kecerdasan buatan (AI) di bidang keamanan siber tumbuh pesat, tetapi di balik peluangnya, risiko besar juga mengintai.
Fokus utama:
- Bagaimana teknologi kecerdasan buatan (AI) memberikan solusi canggih dalam deteksi dan respons ancaman siber, sekaligus menghadirkan risiko baru yang digunakan oleh pelaku kejahatan.
- Geopolitik, rantai pasok global, dan teknologi baru seperti IoT memperumit ekosistem keamanan siber, meningkatkan risiko yang harus dihadapi organisasi.
- Langkah-langkah yang harus diambil organisasi, mulai dari integrasi teknologi AI, kolaborasi global, hingga peningkatan literasi siber untuk mengatasi ancaman yang terus berkembang.
Kecerdasan buatan (AI) telah mengubah banyak aspek kehidupan manusia, termasuk cara kita melindungi data dan informasi. Menurut laporan Global Cybersecurity Outlook 2025 dari World Economic Forum, 66% eksekutif percaya bahwa teknologi AI memiliki dampak signifikan pada keamanan siber. Namun, hanya 37% organisasi yang memiliki langkah proteksi memadai untuk mengelola risiko yang muncul dari penerapan AI.
Apa yang membuat AI begitu revolusioner di bidang ini? Salah satunya adalah kemampuan AI untuk mendeteksi pola serangan dengan lebih cepat dan akurat dibandingkan manusia. Sistem keamanan berbasis AI dapat memproses miliaran data dalam waktu singkat, mengenali ancaman potensial sebelum menjadi serangan besar, dan bahkan memperbaiki sistem secara otomatis setelah terjadi pelanggaran.
Namun, seperti dua sisi mata uang, teknologi ini juga digunakan oleh pihak jahat. “Banyak kelompok kriminal yang mulai memanfaatkan AI dengan sangat efektif,” ujar Akshay Joshi, kepala World Economic Forum Centre for Cybersecurity seperti dikutip PYMNTS.com.
Serangan seperti deepfake, phishing berbasis AI, hingga malware otomatis menjadi lebih sulit dideteksi karena kecanggihan teknologi yang digunakan.
Kompleksitas cyberspace
Kemajuan teknologi menciptakan peluang besar, tetapi juga membawa tantangan baru dalam bentuk cyberspace yang semakin rumit. Menurut laporan World Economic Forum, 60% eksekutif telah mengubah strategi keamanan siber mereka karena ketidakpastian geopolitik. Perang modern kini tidak hanya melibatkan senjata fisik tetapi juga serangan digital yang dapat melumpuhkan infrastruktur penting.
Contoh nyata adalah dampak geopolitik terhadap rantai pasok global. Ketika satu elemen dalam rantai pasok terganggu, efeknya dapat menyebar ke berbagai sektor. Pada 2024, sebuah pembaruan perangkat lunak yang gagal menyebabkan salah satu gangguan IT terbesar, memengaruhi berbagai industri di seluruh dunia. Sebanyak 54% organisasi besar percaya bahwa risiko terkait rantai pasok adalah ancaman terbesar bagi ketahanan siber mereka.
Faktor lain yang meningkatkan kerumitan adalah adopsi teknologi tanpa pemahaman risiko yang memadai. Teknologi baru seperti Internet of Things (IoT) meningkatkan titik masuk yang dapat dieksploitasi oleh peretas, sementara banyak perusahaan masih belum siap untuk menghadapi serangan yang semakin kompleks.
Ketahanan siber di era AI
Di tengah ancaman yang terus berkembang, bagaimana organisasi dapat memperkuat ketahanan siber mereka? Ada tiga langkah utama yang direkomendasikan oleh para ahli:
Pertama, AI tidak hanya digunakan untuk mendeteksi ancaman tetapi juga untuk merespons secara otomatis. Sistem berbasis pembelajaran mesin dapat memperbaiki celah keamanan secara real-time dan mempelajari pola serangan baru untuk mencegah insiden di masa depan.
Kedua, World Economic Forum melalui Centre for Cybersecurity telah menciptakan komunitas global untuk mempertemukan para pemimpin di bidang keamanan siber. Tujuannya adalah untuk berbagi informasi, mengidentifikasi ancaman bersama, dan menciptakan solusi kolektif yang lebih kuat.
Ketiga, kesadaran karyawan tentang ancaman siber adalah garis pertahanan pertama. Program pelatihan yang berkelanjutan dan simulasi serangan siber dapat membantu organisasi mempersiapkan diri dengan lebih baik.
Di era digital yang semakin maju, keamanan siber bukan lagi pilihan tetapi kebutuhan mendesak. Teknologi AI menawarkan solusi yang menjanjikan, tetapi juga membawa risiko baru yang tidak bisa diabaikan. Organisasi harus proaktif dalam mengadopsi teknologi dengan langkah-langkah proteksi yang memadai untuk tetap aman di dunia maya.
Jika tidak, kita hanya tinggal menunggu waktu sebelum serangan besar berikutnya melumpuhkan sistem yang kita anggap aman. Sebagai individu dan organisasi, inilah saatnya untuk berinvestasi dalam ketahanan siber. ■