Data terbaru menunjukkan bahwa pertumbuhan piutang pembiayaan multifinance terus mengalami perlambatan selama lima bulan berturut-turut hingga November 2024. Total piutang pembiayaan tercatat sebesar Rp501,37 triliun, dengan pertumbuhan hanya 7,27% secara year-on-year (yoy). Meski pembiayaan investasi tumbuh 9,41%, perlambatan ini mencerminkan tantangan yang tak bisa diabaikan oleh pelaku industri keuangan.
Berdasarkan proyeksi awal Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pembiayaan multifinance diharapkan tumbuh pada kisaran 10-12% di tahun 2024. Namun, realisasi ini jauh dari target, menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas strategi bisnis perusahaan pembiayaan di tengah kondisi ekonomi yang menantang.
Tidak hanya perlambatan pertumbuhan, kualitas aset di industri multifinance juga menghadapi tekanan. Rasio pembiayaan bermasalah (Non-Performing Financing/NPF) bruto meningkat dari 2,60% menjadi 2,71% per November 2024, sementara NPF net naik dari 0,77% menjadi 0,81%.
Peningkatan NPF ini menunjukkan bahwa risiko kredit di sektor multifinance terus membesar. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat berdampak pada profitabilitas perusahaan pembiayaan dan stabilitas industri secara keseluruhan, terutama jika tidak disertai dengan upaya mitigasi risiko yang komprehensif.
Gearing ratio menurun
Sementara itu, gearing ratio multifinance turun menjadi 2,30 kali pada November 2024 dari sebelumnya 2,34 kali di bulan Oktober. Meskipun masih jauh di bawah batas maksimum 10 kali, penurunan ini mengindikasikan bahwa perusahaan pembiayaan semakin berhati-hati dalam mengambil utang untuk mendukung aktivitas pembiayaan mereka.
Langkah ini mungkin merupakan respons terhadap meningkatnya risiko pembiayaan, tetapi juga dapat menunjukkan terbatasnya ekspansi bisnis di tengah tekanan pasar. Jika dibiarkan, hal ini dapat menghambat pertumbuhan sektor multifinance dalam jangka panjang.
Dalam menghadapi perlambatan ini, perusahaan pembiayaan perlu mengevaluasi ulang strategi bisnis mereka. Fokus pada segmen pembiayaan yang lebih stabil, seperti pembiayaan kendaraan niaga dan alat berat, dapat menjadi solusi jangka pendek untuk mengurangi risiko kredit bermasalah.
Selain itu, transformasi digital juga menjadi kunci. Dengan memanfaatkan teknologi seperti big data dan machine learning, perusahaan dapat meningkatkan kemampuan analitik untuk mengevaluasi profil risiko debitur. Pendekatan ini tidak hanya akan membantu mengurangi NPF, tetapi juga meningkatkan efisiensi operasional.
Peran OJK dan pemerintah
OJK perlu terus mendorong kepatuhan terhadap regulasi, terutama dalam pengelolaan risiko. Kebijakan yang mendukung stabilitas industri, seperti pengawasan gearing ratio dan pengendalian NPF, harus diimbangi dengan insentif untuk mendorong inovasi di sektor multifinance.
Di sisi lain, pemerintah juga harus menciptakan kondisi makroekonomi yang kondusif bagi pertumbuhan industri pembiayaan. Stabilitas nilai tukar, kebijakan fiskal yang mendukung, dan reformasi struktural di sektor riil akan sangat membantu memulihkan kepercayaan pelaku industri dan konsumen.
Perlambatan pertumbuhan pembiayaan multifinance selama lima bulan berturut-turut bukan hanya tantangan bagi industri, tetapi juga sinyal waspada bagi seluruh ekosistem keuangan. Dengan risiko kredit yang meningkat dan tekanan pada kualitas aset, pelaku industri perlu segera mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga keberlanjutan bisnis.
Dengan dukungan regulasi yang tepat dan inovasi teknologi, industri multifinance masih memiliki peluang besar untuk bangkit dan berkontribusi lebih signifikan terhadap perekonomian Indonesia. ■
Foto: Ilustrasi.