Dunia bisnis kini menghadapi perubahan paradigma yang signifikan. Tidak lagi cukup bagi perusahaan untuk hanya mengejar keuntungan, masyarakat kini menuntut akuntabilitas sosial dan tanggung jawab lingkungan.
Dalam konteks ini, investasi berdampak (impact investing) muncul sebagai solusi strategis untuk menjawab tantangan global yang semakin kompleks, mulai dari krisis iklim hingga ketimpangan sosial.
Data dari Global Impact Investing Network (GIIN) menunjukkan bahwa 88% investor berdampak melaporkan hasil positif, baik dalam keuntungan finansial maupun dampak sosial dan lingkungan. Fenomena ini tidak hanya menjadi tren sesaat, tetapi sebuah revolusi yang mendefinisikan ulang cara perusahaan menciptakan nilai.
Investasi berdampak: Harapan baru untuk Indonesia
Indonesia menghadapi sejumlah tantangan lingkungan yang genting. Deforestasi, emisi karbon yang melonjak, dan pengelolaan limbah yang buruk menciptakan tekanan besar pada sumber daya alam. Environmental Performance Index (EPI) 2024 menempatkan Indonesia di peringkat ke-162 dari 180 negara, jauh tertinggal dibanding negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand.
Dalam konteks sosial, ketimpangan ekonomi menjadi isu besar. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa 9,36% penduduk Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan pada September 2024. Impact investing menjadi langkah nyata untuk mengatasi isu-isu ini melalui pendekatan strategis yang mengintegrasikan tujuan sosial dan lingkungan ke dalam model bisnis.
Fikri Syaryadi, pegiat investasi berdampak, menjelaskan bahwa pendekatan ini berbeda dari donasi biasa. “Investasi ini mencakup sektor energi terbarukan, pertanian berkelanjutan, dan pengelolaan limbah. Tujuannya bukan hanya investment return, tetapi juga social dan environmental return yang terukur,” ujar Fikri.
Konsep Environmental, Social, and Governance (ESG) menjadi dasar keberhasilan investasi berdampak. Dengan menerapkan prinsip ESG, investor tidak hanya berfokus pada risiko jangka pendek tetapi juga pada profitabilitas jangka panjang.
Menurut Eri Budiono, Direktur Utama Bank Neo Commerce, “Penerapan prinsip ESG membantu memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan investasi, sekaligus menciptakan dampak jangka panjang yang nyata.”
Namun, tantangan tetap ada. Banyak investor tradisional masih ragu untuk beralih ke investasi berdampak karena kekhawatiran akan imbal balik yang lebih lambat dibanding investasi konvensional.
Studi dari International Review of Economics and Finance menunjukkan bahwa keterbatasan pendanaan dapat meningkatkan emisi karbon hingga 3.340%, karena perusahaan yang kekurangan modal sering kali mengabaikan investasi dalam teknologi hijau.
Kolaborasi untuk masa depan berkelanjutan
Keberhasilan investasi berdampak tidak hanya bergantung pada investor, tetapi juga pada kolaborasi lintas sektor. Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa dana publik hanya mencakup 34% kebutuhan pendanaan isu perubahan iklim, menjadikan sektor swasta sebagai pemain kunci.
Menurut Rizky Wisnoentoro, Ph.D., Kepala Program Sustainable Finance di Universitas Islam Internasional Indonesia, “Kolaborasi lintas sektor diperlukan untuk menciptakan kerangka regulasi yang jelas dan mendorong insentif fiskal. Hal ini akan memperkuat ekosistem yang mendukung investasi berdampak.”
Proyeksi global menunjukkan bahwa dibutuhkan US$2,5 triliun per tahun untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). Indonesia, dengan populasi besar dan sumber daya alam melimpah, memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin di kawasan Asia Tenggara dalam investasi berdampak.
Gita Syahrani, dari Ekonomi Membumi, menambahkan, “Investasi berdampak tidak hanya membantu UMKM berinovasi, tetapi juga menciptakan dampak nyata bagi lingkungan. Hingga saat ini, ada 66 investor berdampak aktif di Indonesia yang mendukung pengembangan ekosistem keberlanjutan.”
Investasi berdampak menawarkan solusi untuk tantangan terbesar dunia, menghubungkan modal dengan perubahan positif. Dalam kata-kata Fikri Syaryadi, “Impact investing adalah jembatan yang menghubungkan solusi lokal dengan tantangan global. Dengan kolaborasi yang kuat, kita bisa menciptakan masa depan yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan.” ■