Setelah mencetak rekor harga tertinggi sepanjang masa di US$108.000 pekan lalu, Bitcoin menghadapi koreksi tajam hingga US$93.000 pada Senin (23/12). Penurunan lebih dari 10% ini menjadi salah satu koreksi terbesar sepanjang 2024, mengguncang pasar kripto dan memengaruhi perusahaan-perusahaan besar seperti MicroStrategy, Coinbase, dan Marathon Digital yang berfokus pada aset digital.
Meski volatilitas tinggi menggambarkan ketidakstabilan pasar, ada sinyal pemulihan yang mulai terlihat. Pada Selasa (24/12), harga Bitcoin kembali naik tipis ke US$94.000, sementara Ethereum yang sempat jatuh di bawah US$3.300 kembali menguat ke US$3.400. Data dari Coinglass menunjukkan bahwa ETF Bitcoin spot mencatat aliran dana keluar bersih sebesar lebih dari US$1,2 miliar sejak 19 Desember. Namun, ETF Ethereum mulai pulih dengan arus masuk positif sebesar US$41,3 juta, menandai optimisme baru di tengah tren bearish.
Fahmi Almuttaqin, analis dari Reku, menjelaskan bahwa koreksi ini didorong oleh sentimen negatif terkait proyeksi kebijakan moneter AS pada 2025. “The Fed mengisyaratkan suku bunga tinggi yang mungkin bertahan lebih lama dari ekspektasi, dengan hanya dua kali penurunan sepanjang 2025. Kekhawatiran terhadap inflasi yang belum sepenuhnya teratasi turut mendorong aksi jual aset berisiko seperti saham dan kripto,” katanya.
Selain itu, koreksi pasar juga dipicu oleh aksi profit taking pasca reli signifikan sejak awal November. Bitcoin tercatat naik lebih dari 110% secara year-to-date (YTD) dan lebih dari 30% sejak pemilu AS. Hal serupa terjadi pada saham Tesla yang anjlok 12% dari puncaknya pekan lalu meskipun masih menguat 70% dibandingkan harga sebelum pemilu.
Pasar “risk-off” dan ketidakpastian di 2025
Kondisi ini sejalan dengan tren global yang cenderung “risk-off,” di mana investor mengurangi eksposur pada instrumen berisiko. Indeks S&P 500, misalnya, terkoreksi 2% dalam sepekan terakhir. Koreksi ini menyoroti betapa rapuhnya kepercayaan pasar di tengah ketidakpastian kebijakan moneter dan inflasi global.
Namun, di sisi lain, Fahmi menekankan bahwa adopsi dan inovasi di sektor kripto terus berkembang. “Koreksi jangka pendek ini seringkali menjadi peluang bagi investor jangka panjang. Meski fluktuasi tinggi, tren adopsi institusional tetap memberikan landasan optimisme untuk pasar kripto,” ujarnya.
Ada pula faktor politik yang berpotensi memengaruhi pasar. Dengan Donald Trump kembali menjabat sebagai Presiden AS, pemerintahan baru diprediksi lebih ramah terhadap industri kripto. Kebijakan pro-kripto yang nyata dari pemerintah federal bisa menjadi katalis yang mendorong euforia dan kepercayaan investor.
“Meskipun volatilitas tinggi, kepercayaan pada aset kripto belum memudar. Jika ada kebijakan konkret yang mendukung industri ini, skala hype yang tercipta bisa jauh lebih besar daripada sebelumnya,” tambah Fahmi.
Diversifikasi: Strategi menghadapi volatilitas
Bagi investor, volatilitas pasar kripto ini bisa menjadi pengingat pentingnya diversifikasi portofolio. “Fluktuasi seperti ini bukan hal baru bagi investor lama. Namun, untuk pemula, mitigasi risiko melalui diversifikasi sangatlah penting,” kata Fahmi.
Ia juga merekomendasikan investasi pada aset kripto blue chip seperti Bitcoin dan Ethereum untuk jangka panjang. “Di fitur Packs dari Reku, investor dapat dengan mudah melakukan diversifikasi pada aset kripto dan saham AS berkinerja terbaik dalam satu langkah,” tutup Fahmi. ■