Ketika ancaman siber semakin menjadi perhatian utama di dunia digital, Bank Rakyat Indonesia (BRI) baru-baru ini menjadi sorotan setelah muncul kabar bahwa mereka diserang ransomware. Namun, BRI dengan cepat merespons, menegaskan bahwa dana dan data nasabah tetap terlindungi. Bagaimana bank terbesar di Indonesia ini mengelola ancaman siber global yang semakin kompleks?
Dunia perbankan Indonesia sempat diguncang oleh laporan serangan ransomware terhadap Bank Rakyat Indonesia (BRI). Kabar ini pertama kali muncul dari unggahan akun Twitter @FalconFeedsio pada Rabu malam, 18 Desember 2024. Unggahan tersebut menyebutkan bahwa BRI menjadi korban Bashe Ransomware, sebuah ancaman siber yang dikenal mampu melumpuhkan sistem organisasi besar.
Unggahan itu segera viral, dilihat lebih dari 1,6 juta kali dalam waktu kurang dari lima jam. Namun, Direktur Digital dan IT BRI, Arga M Nugraha, memastikan bahwa operasional bank tetap berjalan normal dan tidak ada data nasabah yang terganggu. “Kami memastikan bahwa saat ini data maupun dana nasabah aman,” tegasnya dalam pernyataan tertulis.
Arga juga menekankan bahwa semua layanan perbankan, termasuk aplikasi digital BRImo, ATM, dan sistem lainnya, tetap berfungsi seperti biasa. “Langkah-langkah proaktif dilakukan untuk memastikan bahwa informasi nasabah tetap terlindungi,” ujarnya. Meski demikian, ia tidak mengonfirmasi secara langsung adanya serangan ransomware tersebut.
Ransomware adalah bentuk serangan siber yang semakin sering menghantui perusahaan besar, termasuk sektor perbankan. Berdasarkan data dari Sophos Threat Report 2024, 71% organisasi di seluruh dunia melaporkan mengalami serangan ransomware dalam 12 bulan terakhir. Kerugian global akibat serangan ini diperkirakan mencapai $20 miliar pada tahun 2023, dan angka ini terus meningkat.
Ransomware bekerja dengan mengenkripsi data korban dan meminta tebusan dalam bentuk mata uang kripto untuk membuka aksesnya kembali. Dalam banyak kasus, serangan ini juga menargetkan jaringan perusahaan secara keseluruhan, melumpuhkan operasional dan mengakibatkan kerugian finansial yang signifikan.
BRI mengklaim telah menerapkan standar keamanan TI internasional yang diperbarui secara berkala. Dengan portofolio nasabah terbesar di Indonesia, keamanan data adalah prioritas utama. Langkah ini juga sejalan dengan peningkatan ancaman siber di kawasan Asia Tenggara, yang menurut laporan Interpol ASEAN Cyberthreat Assessment 2024, merupakan salah satu wilayah dengan jumlah serangan ransomware tertinggi di dunia.
Kejadian ini menjadi pengingat bahwa sektor perbankan tidak kebal terhadap ancaman siber. Dengan semakin kompleksnya lanskap digital, bank seperti BRI dihadapkan pada kebutuhan untuk terus meningkatkan sistem keamanan mereka. Bagi nasabah, insiden ini menggarisbawahi pentingnya kewaspadaan dalam mengamankan data pribadi.