OJK cabut izin usaha BPR Duta Niaga di Pontianak

- 6 Desember 2024 - 16:26

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mencabut izin usaha PT BPR Duta Niaga di Pontianak, menjadikannya bank ke-17 yang dinyatakan bangkrut sepanjang tahun 2024. Angka ini melonjak empat kali lipat dibanding tahun sebelumnya, memunculkan kekhawatiran tentang stabilitas sektor keuangan mikro di Tanah Air.

Dalam pernyataannya pada Jumat (6/12), OJK menegaskan bahwa pencabutan izin ini adalah bagian dari tindakan pengawasan untuk menjaga integritas sektor perbankan sekaligus melindungi konsumen. Namun, di balik keputusan ini, terdapat gambaran yang lebih besar: sektor BPR (Bank Perekonomian Rakyat) tampaknya berada di bawah tekanan berat akibat permodalan dan likuiditas yang lemah, ditambah dengan pengelolaan yang jauh dari standar sehat.

PT BPR Duta Niaga sebelumnya telah menyandang status Bank Dalam Penyehatan (BDP) sejak Januari 2024. Status ini ditetapkan OJK karena rasio kecukupan modal minimum (KPMM) bank berada di bawah 12 persen, sementara rasio kas (Cash Ratio) rata-rata tiga bulan terakhir kurang dari 5 persen. Tingkat Kesehatan Bank (TKS) juga dinilai tidak sehat.

Namun, setelah upaya penyehatan yang diberikan kepada pengurus dan pemegang saham gagal membuahkan hasil, OJK menetapkan status PT BPR Duta Niaga menjadi Bank Dalam Resolusi pada November 2024. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner, akhirnya memutuskan untuk tidak menyelamatkan bank tersebut dan merekomendasikan pencabutan izin usaha.

Pencabutan izin usaha PT BPR Duta Niaga membuka jalan bagi LPS untuk menjalankan proses likuidasi sesuai amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Dalam proses ini, dana nasabah tetap dijamin oleh LPS sesuai dengan batas yang telah ditentukan.

OJK mengimbau agar masyarakat tetap tenang, dengan menegaskan bahwa dana masyarakat di BPR tetap aman karena dijamin LPS. “Pencabutan izin usaha ini bukan hanya langkah penegakan regulasi, tetapi juga upaya untuk menjaga stabilitas sektor perbankan mikro di tengah tantangan ekonomi yang terus berkembang,” ujar perwakilan OJK.

Kenaikan tajam jumlah bank bangkrut menjadi indikator adanya masalah struktural di sektor BPR. Banyak BPR mengalami kesulitan memenuhi standar modal dan likuiditas, yang diperburuk oleh pengelolaan yang kurang profesional. Menurut laporan OJK, sektor ini juga rentan terhadap fluktuasi ekonomi, terutama di wilayah dengan akses ekonomi yang terbatas.

Sementara itu, laporan Lembaga Penjamin Simpanan menunjukkan bahwa sebagian besar BPR yang gagal memiliki rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) yang tinggi, menggerus pendapatan dan daya tahan modal mereka.

Peningkatan jumlah bank bangkrut pada 2024 menjadi pengingat keras bahwa reformasi di sektor BPR tidak dapat ditunda lagi. Langkah-langkah untuk memperbaiki tata kelola, meningkatkan efisiensi operasional, dan memperkuat pengawasan regulasi menjadi prioritas utama untuk tahun-tahun mendatang.

Namun, tidak semua berita buruk. Di sisi lain, OJK dan LPS menunjukkan kemampuan mereka untuk bertindak tegas demi melindungi integritas sistem keuangan Indonesia. Ini memberikan sinyal positif bahwa sektor perbankan mikro, meskipun menghadapi tantangan besar, masih memiliki peluang untuk bangkit lebih kuat. ■


Comments are closed.