Potret perbankan Indonesia: 137 bank ditutup sejak 2005, konsolidasi jadi solusi

- 21 November 2024 - 20:46

Selama hampir dua dekade terakhir, sektor perbankan Indonesia telah menyaksikan penutupan 137 bank, mencerminkan perubahan signifikan dalam lanskap keuangan nasional. Hampir seluruh bank yang ditutup adalah Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS).

Meskipun angka ini terlihat mencemaskan, langkah-langkah tersebut juga menjadi bagian dari upaya regulator untuk memperkuat stabilitas sektor perbankan, khususnya di tingkat bank kecil.

Data ini diungkapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI baru-baru ini. Penutupan bank yang terjadi antara 2005 hingga September 2024 mencakup satu bank umum, 123 BPR, dan 13 BPRS.

Meski demikian, Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menegaskan komitmen lembaganya untuk menyelamatkan bank bermasalah jika memungkinkan. “Pada 2024, LPS berhasil menyehatkan satu BPR di Indramayu yang sebelumnya dinyatakan oleh OJK sebagai bank dalam resolusi. Bank tersebut kembali beroperasi normal pada Mei 2024,” jelasnya pekan ini.

Sepanjang tahun 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha 15 BPR/BPRS akibat permasalahan operasional dan pelanggaran regulasi. Selain itu, OJK mencatat penggabungan 17 BPR menjadi enam entitas baru dalam rangka konsolidasi sektor perbankan pedesaan. Langkah ini merupakan bagian dari strategi besar untuk menciptakan sektor perbankan yang lebih tangguh di tengah tekanan ekonomi yang semakin kompleks.

Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menjelaskan bahwa upaya konsolidasi ini telah menunjukkan hasil nyata.

“Dari 2023 hingga November 2024, sebanyak 53 BPR/BPRS telah menyelesaikan proses konsolidasi menjadi 17 entitas. Dengan kata lain, jumlah BPR/BPRS berkurang sebanyak 36,” paparnya dalam rapat kerja dengan DPR.

Selain itu, hingga September 2024, enam pengajuan perubahan kelembagaan BPR/BPRS juga sedang diproses, termasuk merger, perubahan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin.

Tantangan bank kecil

Gelombang penutupan dan konsolidasi ini mencerminkan sejumlah tantangan yang dihadapi bank kecil di Indonesia. Sebagai penyedia layanan keuangan untuk usaha mikro dan masyarakat pedesaan, BPR dan BPRS sering kali menghadapi keterbatasan modal, tata kelola yang lemah, serta efisiensi operasional yang rendah. Kondisi ini membuat mereka rentan terhadap tekanan ekonomi dan persaingan di industri perbankan.

OJK dan LPS memandang konsolidasi sebagai solusi untuk memperkuat daya saing dan keberlanjutan sektor ini. Dengan menyatukan entitas kecil, diharapkan efisiensi operasional meningkat, risiko dapat dikelola lebih baik, dan kapasitas layanan kepada nasabah dapat ditingkatkan.

Meski penutupan bank terus berlangsung, regulator optimis bahwa langkah konsolidasi akan membangun sektor perbankan yang lebih stabil dan tangguh. Keberhasilan LPS dalam merehabilitasi BPR Indramayu menjadi bukti bahwa penyelamatan bank bermasalah dapat dilakukan dengan pendekatan yang tepat.

Namun, konsolidasi juga membawa tantangan, termasuk menjaga kepercayaan masyarakat dan memastikan dampaknya tidak merugikan nasabah atau karyawan. Ke depan, transparansi, penguatan infrastruktur, serta penyelarasan dengan standar regulasi internasional akan menjadi kunci dalam menciptakan ekosistem perbankan yang lebih modern, efisien, dan inklusif di Indonesia. ■

Comments are closed.