Bank Mandiri menegaskan komitmennya untuk mempercepat transisi energi hijau di Indonesia. Di tengah momentum global untuk mencapai net zero emissions, Bank Mandiri menyiapkan strategi pembiayaan berkelanjutan untuk mengoptimalkan potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) Indonesia yang mencapai 3.687 GW. Namun, realisasinya saat ini baru mencapai 0,36%. Apa langkah konkret yang akan diambil Bank Mandiri untuk memaksimalkan potensi besar ini dan mengapa hal ini penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia?
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk melihat peluang besar dalam pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia. Potensi energi hijau Indonesia yang mencapai 3.687 GW ini dianggap sebagai salah satu kunci untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi hingga 8% dan mencapai target net zero emissions pada tahun 2060 atau lebih cepat. Namun, saat ini utilisasi EBT di Indonesia baru menyentuh angka 0,36%, jauh dari maksimal.
Dalam sesi Renewable Energy Leadership Forum di COP 29, Baku, Azerbaijan, Wakil Direktur Utama Bank Mandiri, Alexandra Askandar, mengungkapkan bahwa dari enam sumber utama energi terbarukan di Indonesia—solar, angin, air, tidal, bioenergi, dan geotermal—hanya energi geotermal yang menunjukkan tingkat utilisasi tertinggi dengan 10,52%, sementara energi tidal belum terealisasi sama sekali.
“Realisasi total dari enam sumber EBT di Indonesia baru mencapai 0,36 persen. Enam sumber energi tersebut antara lain seperti solar, angin, air, tidal, bioenergi, dan geotermal,” ujar Alexandra.
Menurut Alexandra, minimnya penggunaan EBT di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh rendahnya tingkat investasi pada sektor ini. Data dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) menunjukkan bahwa investasi EBT di Indonesia justru mengalami penurunan sebesar 4% dalam tujuh tahun terakhir, sementara investasi pada energi fosil meningkat 2,4%.
Alexandra mengidentifikasi empat faktor utama yang menjadi hambatan besar dalam pengembangan EBT di negara berkembang seperti Indonesia:
- Kurangnya Infrastruktur: Minimnya fasilitas yang dibutuhkan untuk pembangunan situs pembangkit listrik berbasis energi terbarukan.
- Biaya Teknologi yang Tinggi: Harga teknologi yang masih sangat mahal dibandingkan dengan negara maju.
- Keterbatasan Instrumen Keuangan: Instrumen keuangan yang belum sepenuhnya mendukung pengembangan energi terbarukan, terutama dalam mitigasi risiko.
- Tingginya Biaya Transaksi: Pengeluaran yang tinggi untuk proyek energi terbarukan berskala kecil menjadi tantangan tersendiri bagi investor.
Untuk mengatasi kendala ini, Alexandra menekankan pentingnya sinergi antara kebijakan pemerintah dan instrumen keuangan yang kuat. Bank Mandiri telah mengembangkan beberapa solusi keuangan berkelanjutan, seperti sustainability-linked loans, sustainability bonds, dan green bonds untuk mendorong investasi di sektor EBT.
“Kombinasi antara kebijakan dan instrumen keuangan akan menjadi kunci yang memungkinkan lembaga keuangan bisa memainkan peran penting dalam proyek transisi energi,” tegas Alexandra.
Bank Mandiri telah menyalurkan pembiayaan senilai Rp285 triliun untuk sektor energi terbarukan, dengan pertumbuhan tahunan mencapai 12,8%. Hingga September 2024, Bank Mandiri telah mengalokasikan Rp10 triliun untuk mendukung berbagai proyek energi hijau, menjadikan bank ini salah satu pemain utama dalam pembiayaan berkelanjutan di Indonesia.
Di akhir paparannya, Alexandra mengajak para pemangku kepentingan global untuk bersama-sama mengatasi tantangan dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia. “Kami ingin mengajak para pemangku kepentingan, mitra, dan komunitas global untuk bekerja bersama Bank Mandiri, dan menjadi sustainability champion. Untuk mengoptimalkan potensi investasi energi terbarukan di Indonesia, kita perlu mengatasi berbagai tantangan utama, membuka dialog mengenai skema pembiayaan yang ada dan potensi pembiayaan baru, serta mempercepat pengembangan energi terbarukan di Indonesia,” ujarnya.
Dengan strategi ini, Bank Mandiri berupaya memainkan peran sentral dalam mendorong pertumbuhan ekonomi melalui investasi di sektor energi terbarukan yang dapat menjadi katalis bagi pembangunan berkelanjutan di Indonesia. ■