Strategi bank kecil menghadapi persaingan fintech dengan teknologi AI

- 29 September 2024 - 06:49

Bank-bank kecil di Indonesia saat ini menghadapi tantangan berat di era digital yang terus berkembang pesat. Persaingan dari platform fintech semakin ketat, terlihat dari meningkatnya jumlah penyelenggara fintech dengan total penyaluran pinjaman mencapai ratusan triliun rupiah hingga tahun 2023. Fintech menawarkan layanan keuangan yang cepat dan mudah diakses, sehingga bank kecil harus beradaptasi agar tetap relevan dalam industri keuangan yang kompetitif.

Data menunjukkan penurunan jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan Statistik BPR Konvensional dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK):
• Per Desember 2021: Terdapat 1.573 BPR.
• Per Desember 2022: Jumlah BPR menurun menjadi 1.531.
• Per Oktober 2023: Jumlah BPR kembali menurun menjadi 1.475.

Penurunan sebanyak 98 BPR dalam kurun waktu kurang dari dua tahun ini mencerminkan tantangan signifikan yang dihadapi oleh bank-bank kecil dalam mempertahankan eksistensi mereka. Faktor-faktor seperti persaingan ketat, regulasi yang kompleks, dan perubahan preferensi nasabah berkontribusi pada tren penurunan tersebut.

Tuhu Nugraha (Dok. Pribadi)

Selain persaingan dari fintech, bank kecil juga dihadapkan pada regulasi yang semakin kompleks, yang meningkatkan biaya operasional dan menggerus margin keuntungan. Kepatuhan terhadap berbagai peraturan baru memerlukan investasi dalam sistem, proses, dan sumber daya manusia yang kompeten. Hal ini menjadi beban tersendiri bagi bank kecil yang memiliki keterbatasan modal dan infrastruktur.

Nasabah menginginkan kemudahan akses, kecepatan transaksi, dan layanan yang personal melalui perangkat digital mereka. Bank kecil harus berinvestasi dalam teknologi informasi dan platform digital untuk memenuhi kebutuhan ini, namun keterbatasan dana seringkali menjadi hambatan.

Kemajuan teknologi menjadi tantangan besar lainnya bagi bank-bank kecil, terutama dalam memenuhi ekspektasi nasabah akan layanan perbankan digital. Riset McKinsey pada tahun 2023 menunjukkan bahwa 68% konsumen Indonesia memilih layanan perbankan digital.

Nasabah menginginkan kemudahan akses, kecepatan transaksi, dan layanan yang personal melalui perangkat digital mereka. Bank kecil harus berinvestasi dalam teknologi informasi dan platform digital untuk memenuhi kebutuhan ini, namun keterbatasan dana seringkali menjadi hambatan.

Prosedur yang rumit dan tidak efisien juga menjadi masalah krusial bagi bank kecil. Proses peminjaman yang lambat, yang memakan waktu antara 2-4 minggu, membuat mereka kurang menarik bagi nasabah dibandingkan dengan fintech yang dapat memproses pinjaman dalam hitungan hari.

Nasabah modern menghargai kecepatan dan kemudahan, sehingga bank kecil perlu menyederhanakan proses dan mengurangi birokrasi untuk tetap kompetitif.

Selain itu, kekhawatiran terhadap keamanan siber semakin meningkat. Bank kecil seringkali memiliki sistem keamanan yang kurang kuat dibandingkan dengan bank besar atau platform fintech. Hal ini membuat mereka rentan terhadap serangan siber dan kebocoran data, yang dapat merusak reputasi dan kepercayaan nasabah. Investasi dalam teknologi keamanan dan pelatihan staf menjadi penting untuk mengatasi ancaman ini.

Terakhir, fokus yang berlebihan pada masalah internal dan kepatuhan regulasi seringkali membuat bank kecil mengabaikan pengalaman nasabah. Layanan yang kurang responsif dan tidak berorientasi pada pelanggan dapat menyebabkan kehilangan pangsa pasar, karena nasabah beralih ke penyedia layanan yang lebih memenuhi kebutuhan mereka. Bank kecil perlu menyeimbangkan antara kepatuhan regulasi dan pelayanan nasabah untuk mempertahankan dan menarik pelanggan.

Untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut, penerapan Artificial Intelligence (AI) dapat menjadi solusi bagi bank kecil dengan biaya yang terjangkau dan risiko yang minimal. Berikut adalah beberapa cara AI dapat membantu:

Pertama, meningkatkan layanan pelanggan dengan chatbot. Penerapan chatbot berbasis AI memungkinkan bank kecil memberikan layanan pelanggan 24/7 tanpa perlu investasi besar pada sumber daya manusia. Chatbot dapat menangani pertanyaan umum, memberikan informasi akun, dan memandu nasabah melalui prosedur perbankan dasar. Hal ini meningkatkan kepuasan nasabah dengan respons yang cepat dan efisien, serta mengurangi beban kerja staf layanan pelanggan.

Kedua, meningkatkan efisiensi operasional melalui otomatisasi. AI dapat digunakan untuk mengotomatisasi tugas-tugas rutin seperti entri data, verifikasi dokumen, dan pemrosesan formulir. Dengan solusi Robotic Process Automation (RPA), bank kecil dapat meningkatkan efisiensi tanpa perlu mengganti sistem TI yang ada. Otomatisasi ini mengurangi kesalahan manusia, mempercepat waktu pemrosesan, dan menurunkan biaya operasional hingga 30%.

Ketiga, personalisasi layanan dengan analitik data. AI memungkinkan bank kecil menganalisis data nasabah untuk menawarkan produk dan layanan yang lebih sesuai dengan kebutuhan individu. Personalisasi ini meningkatkan peluang penjualan silang dan loyalitas nasabah, yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan per nasabah dan memperkuat hubungan jangka panjang dengan pelanggan.

Keempat, memperkuat keamanan dengan deteksi fraud dan keamanan siber. AI dapat memantau transaksi secara real-time untuk mendeteksi aktivitas mencurigakan dan potensi fraud. Implementasi sistem keamanan berbasis AI membantu bank kecil memenuhi standar keamanan data yang semakin ketat. Dengan mengurangi risiko kerugian finansial akibat fraud dan meningkatkan kepercayaan nasabah, bank kecil dapat menjaga reputasi dan keberlangsungan bisnis.

Perlu digarisbawahi bahwa bank kecil di Indonesia berada pada satu titik di mana adaptasi terhadap teknologi digital bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Dengan memanfaatkan solusi AI yang berbiaya rendah dan berisiko minimal, bank kecil dapat meningkatkan efisiensi operasional, memperbaiki pengalaman nasabah, dan meningkatkan daya saing di pasar yang semakin digital.

Kelima, mempercepat proses peminjaman dengan evaluasi kredit otomatis. Menggunakan AI untuk evaluasi kredit dan penilaian risiko dapat mempercepat proses persetujuan pinjaman. Hal ini memungkinkan bank kecil bersaing dengan pemberi pinjaman online dalam hal kecepatan dan kemudahan proses. Dengan memperpendek waktu persetujuan pinjaman dari minggu menjadi hari, bank kecil dapat meningkatkan kepuasan nasabah dan menarik lebih banyak pemohon pinjaman.

Perlu digarisbawahi bahwa bank kecil di Indonesia berada pada satu titik di mana adaptasi terhadap teknologi digital bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Dengan memanfaatkan solusi AI yang berbiaya rendah dan berisiko minimal, bank kecil dapat meningkatkan efisiensi operasional, memperbaiki pengalaman nasabah, dan meningkatkan daya saing di pasar yang semakin digital.

Langkah-langkah strategis ini tidak hanya memberikan manfaat jangka pendek tetapi juga mempersiapkan bank kecil untuk pertumbuhan dan keberlanjutan di masa depan. Kolaborasi dengan penyedia teknologi, investasi dalam pelatihan karyawan, dan fokus pada kebutuhan nasabah akan menjadi kunci sukses dalam transformasi digital ini. ■

*) Tuhu Nugraha, pengamat teknologi, principal Indonesia Applied Digital Economy & Regulatory Network (IADERN). Tulisan ini merupakan hasil kolaborasi digitalbank.id dengan IADERN yang bertujuan membangun literasi dan narasi AI yang baik untuk Indonesia.

**) Bekerja sama dengan IADERN, digitalbank.id juga menyelenggarakan workshop artificial intelligence (AI) untuk level karyawan, manager, BOC dan BOD perbankan, perusahaan asuransi dan multifinance. Beberapa bank, termasuk bank BUMN telah mengikuti workshop ini. Tidak terbatas pada perusahaan skala besar, workshop juga menyasar perusahaan skala kecil, termasuk bank-bank kecil, Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Untuk info workshop bisa menghubungi nomor telepon +6287882915126 atau WA chat +6281314188319.

Comments are closed.