Baru-baru ini, Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, menurunkan suku bunga acuan sebesar 50 basis points (bps) menjadi 4,75%-5,0%. Pemangkasan suku bunga ini seiring dengan kondisi inflasi yang relatif stabil dalam beberapa bulan terakhir.
Instrumen investasi yang cenderung berisiko seperti saham dan aset kripto kompak terapresiasi pasca penurunan suku bunga tersebut. Bitcoin melonjak ke angka US$62.000 atau sekitar Rp954 juta beberapa saat setelah keputusan tersebut diumumkan. Saham AS pun juga turut mencatat pertumbuhan positif seperti indeks Dow yang untuk pertama kalinya
melampaui level 42.000, serta S&P 500 yang mencatat All-Time-High dengan kenaikan sekitar 1,7% di 5.713. Momentum positif tersebut berhasil bertahan hingga hari Rabu, (25/9) atau satu minggu setelahnya, dengan harga Bitcoin berada di level US$63.800 dan
S&P 500 di 5.732.
Merespon perkembangan tersebut, Jesse Choi selaku Co-CEO Reku menjelaskan tren pasar saham dan kripto yang positif menandakan optimisme investor terhadap langkah The Fed yang berpotensi menjadi awal dari momentum pertumbuhan ekonomi global yang menarik untuk dicermati.
“Kondisi ini dapat mendorong instrumen investasi aset global seperti saham AS dan aset kripto untuk semakin diminati investor. Aset kripto dan saham AS menjadi sejumlah opsi strategis di tengah pergeseran kebijakan moneter yang ada. Tidak hanya sebatas aset untuk alternatif investasi, pertumbuhan adopsi dan inovasi yang dibukukan oleh beberapa emiten
dan proyek kripto menggambarkan potensi masa depan yang menarik,” jelas Jesse.
“Outlook pertumbuhan ekonomi AS kuartal IV tahun yang cukup positif ini, ditambah dengan proyeksi peningkatan di sektor belanja konsumen dan belanja pemerintah, dapat berimbas pada performa penjualan perusahaan-perusahaan AS di berbagai sektor. Efek domino berpotensi terjadi, yang dapat berimbas pada peningkatan kinerja perusahaan-perusahaan AS. Termasuk diantaranya sektor yang tidak berhubungan
langsung dengan produk-produk konsumen,” lanjut Jesse.
Oleh karena itu, Jesse menegaskan komitmen Reku dalam memperluas akses berinvestasi aset global, khususnya di Saham AS. “Sudah saatnya masyarakat luas dapat mengakses Saham AS dengan lebih mudah, terjangkau, serta didukung dengan fitur-fitur inovatif yang mengakomodasi kebutuhan seluruh tipe investor.”
Saat ini masyarakat bisa berinvestasi Saham AS di Reku mulai dari US$1 dengan gratis biaya konversi IDR-USD. Selain itu, investor juga dapat lebih mudah memahami sentimen terhadap saham dari perusahaan tertentu dalam waktu yang singkat menggunakan fitur Insights.
Fitur ini menyediakan informasi komprehensif mulai dari sentimen saham berdasarkan pemberitaan media massa dan media sosial di Buzz Score, analisa dari berbagai pakar Wall Street di Return Score, serta fundamental perusahaan di Quality Score. Dengan begitu, investor pemula ataupun berpengalaman dapat menilai suatu perusahaan dengan lebih cepat namun tetap bijak,” imbuh Jesse.
Ke depannya, Reku akan terus mengembangkan layanan yang mengakomodasi kebutuhan investor dalam mengembangkan portofolionya. “Reku sudah menyiapkan roadmap untuk sejumlah layanan lain yang bertujuan untuk menavigasi perjalanan investor dalam berinvestasi aset global. Harapannya, perluasan layanan Reku dapat mendukung masyarakat dalam mencapai tujuan keuangannya dengan optimal,” jelasnya.
Terkait perkembangan kebijakan moneter AS, Analyst Reku, Fahmi Almuttaqin mengatakan, penurunan suku bunga The Fed dapat dikatakan sebagai salah satu momentum yang cukup dinantikan investor di tahun ini. Peristiwa tersebut menjadi awal dari tren kebijakan ekonomi yang lebih longgar untuk menunjang pertumbuhan setelah inflasi relatif berhasil ditekan pasca pelonggaran akibat pandemi COVID-19.
“Perubahan arah kebijakan The Fed sejauh ini telah terlihat mampu memberikan angin segar bagi instrumen investasi high risk seperti saham dan aset kripto. Pasca penurunan suku bunga The Fed, korelasi pergerakan harga aset kripto dan saham perusahaan-perusahaan AS bahkan sempat berada pada salah satu level tertingginya, menurut data Bloomberg. Perkembangan tersebut menunjukkan tren positif yang sama-sama terjadi pada dua kelas aset tersebut saat ini,” kata Fahmi.
Suku bunga AS yang lebih rendah dapat turut menjadi pemicu meningkatnya likuiditas baik di pasar saham AS maupun pasar kripto. “Selain karena akses terhadap dollar kemudian menjadi lebih murah bagi para investor di AS, tidak sedikit bank sentral di negara-negara lain yang akan turut memanfaatkan momentum tersebut untuk turut menurunkan suku bunga acuan mereka guna menunjang pertumbuhan ekonomi. Langkah yang mungkin terlalu berisiko bagi stabilitas nilai mata uang negara tersebut jika dilakukan sebelum The Fed menurunkan suku bunganya,” imbuhnya.
Mengenai bunga simpanan yang lebih rendah di berbagai negara, selain dapat memicu investor untuk mencari instrumen yang menawarkan potensi return lebih tinggi, juga dapat memicu investor untuk menyampingkan uang fiat dan menggantinya dengan instrumen yang dapat menjadi inflation hedge.
“Hal ini dikarenakan suku bunga yang lebih rendah dapat meningkatkan jumlah uang yang bersirkulasi di ekonomi sehingga menurunkan nilai dari uang yang beredar. Dengan demikian, aset kripto seperti Bitcoin misalnya, dengan segala kelebihannya, kemudian menjadi instrumen yang semakin banyak diperhatikan di tengah situasi yang ada. Saham dengan potensi pertumbuhan yang lebih tinggi dari inflasi juga
tidak kalah menarik untuk beberapa tipe investor,” jelasnya.
Saat ini, optimisme terkait berlanjutnya kebijakan penurunan suku bunga AS ke depan juga relatif tinggi. Bank Indonesia misalnya, turut diproyeksikan untuk kembali melakukan penurunan suku bunga sebanyak dua kali di sisa tahun ini setelah penurunan yang dilakukan 18 September lalu.
“Outlook kebijakan moneter yang ada sejalan dengan tren yang terjadi di pasar kripto pasca Bitcoin halving di mana fase bullish yang cukup kuat biasanya tercipta dan tidak jarang membawa kenaikan nilai yang signifikan pada aset-aset kripto populer dengan naratif yang solid,” pungkas Fahmi. ■