Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan industri Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) di Indonesia cenderung kurang berkembang. Salah satu masalahnya karena 80% tertanggungnya langsung mencairkan di muka.
Maka dari itu, OJK akan melarang pencairan dana pensiun (dapen) sebelum usia kepesertaan menginjak 10 tahun. Aturan ini akan berlaku mulai Oktober 2024.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan DPPK seperti jalan di tempat, tidak berkembang.
“Ini yang membuat statistik dana pensiun dari DPPK itu tidak pernah naik, karena begitu dana masuk, keluar dari PPIP (Program Pensiun Iuran Pasti) masuk anuitas, dan dicairkan hanya kurang dari sebulan, meskipun kena penalty cukup besar,” ujarnya, Jumat (6/9).
Menurutnya, praktik demikian menyalahi aturan main dana pensiun. Sebab, seharusnya ketika pekerja pensiun, ia bisa mendapat manfaat misalnya proteksi kesehatan yang bisa dicairkan selama masa aktif dapen. Namun, jika sekadar dicairkan di awal, maka konsepnya hanya seperti tabungan.
Ke depan, bagi peserta dapen Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP), harus mengalihkan 80% dari delay manfaatnya itu ke program anuitas. Kendati, aturan ini dikecualikan bagi masyarakat yang pendapatannya di bawah pertumbuhan.
“Untuk PPIP yang pensiun, harus mengalihkan 80% dari delay manfaatnya itu ke program anuitas, kecuali pendapatan di bawah pertumbuhan bisa diambil secara tunai, dan kita meminta mulai Oktober tidak boleh melakukan surrender atau pencairan anuitas sebelum 10 tahun,” tambah Ogi.
Produk Anuitas merupakan salah satu instrumen asuransi jiwa yang memberikan pembayaran secara bulanan kepada peserta yang telah mencapai usia pensiun, janda/duda, anak untuk jangka waktu tertentu atau secara berkala.
OJK juga mengungkapkan total aset dana pensiun di Indonesia mencapai Rp1.464,40 triliun per Juli 2024. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 8,05% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dari total aset tersebut, program pensiun sukarela mencatatkan nilai Rp375,07 triliun, naik 4,16% secara year-on-year (yoy). Sementara itu, program pensiun wajib mencatatkan aset sebesar Rp1.090,32 triliun, tumbuh 9,46% yoy.
“Pertumbuhan ini menunjukkan peningkatan partisipasi masyarakat dan pengelolaan dana pensiun yang baik,” kata Ogi.
OJK juga mencatat pertumbuhan aset di sektor perusahaan penjaminan. Pada Juli 2024, nilai aset perusahaan penjaminan tumbuh 6,57% yoy menjadi Rp47,57 triliun. Imbal Jasa Penjaminan (IJP) yang dihasilkan mencapai Rp5,09 triliun, naik 12,68% yoy. ■