Bank Indonesia mengungkapkan perbankan di Indonesia mendapatkan tambahan likuiditas sebesar Rp255 triliun dari Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).
Deputi Gubernur BI Juda Agung mengatakan sebagian besar KLM dinikmati kelompok bank BUMN, yakni sebesar Rp117 triliun dan ank swasta Rp109 triliun. Sementara itu, bank pembangunan daerah (BPD) menerima Rp24 triliun, sedangkan bank asing Rp 3,69 triliun.
“Ke depan kami terus dorong ini dan evaluasi apabila ada penyesuaian-penyesuaian terutama sektor-sektor yang [perlu] terus didorong,” ujarnya, Rabu (21/8).
Menirit dia, guyuran likuiditas tersebut menjadi satu penopang pertumbuhan kredit tetap pada level dua digit tahun ini. Adapun KLM diberikan kepada bank yang aktif menyalurkan kredit kepada sektor prioritas, seperti hilirisasi mineral dan batu bara, pertanian, perkebunan, pariwisata, perumahan, UMKM, ultramikro, dan keuangan hijau.
Sementara itu, sebagai dampak KLM, kredit perbankan meningkat 12,40% secara tahunan (year on year/yoy) pada Juli 2024. Angka ini lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 12,36% (yoy).
“Pertumbuhan kredit pada Juli 2024 tetap kuat yaitu mencapai 12,40% year on year. Perkembangan ini ditopang oleh sisi penawaran, dimana minat penawaran kredit tetap terjaga,” kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo.
Pertumbuhan kredit, kata dia, turut didukung dari sisi supply dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) pada Juli 2024 yang sebesar 7,7% (yoy). Selain itu, dukungan juga terjadi melalui strategi realokasi alat likuid ke kredit yang ditempuh oleh perbankan, serta dukungan kebijakan insentif KLM yang diberikan oleh Bank Indonesia.
“Untuk memperkuat pendanaan, perbankan juga mengoptimalkan pendanaan selain dari dana pihak ketiga (DPK), antara lain dengan menerbitkan surat-surat berharga dan pinjaman,” jelas Perry.
Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit terus didukung permintaan korporasi sejalan dengan kinerja penjualan yang masih kuat. Sementara itu, permintaan kredit rumah tangga masih tinggi terutama pada kredit pemilikan rumah (KPR).
Sedangkan secara sektoral, pertumbuhan yang tinggi terjadi pada mayoritas sektor ekonomi, terutama pada sektor industri listrik, gas dan air, dan sektor pengangkutan.
Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit ditopang oleh kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit konsumsi. Secara rinci, pertumbuhan tercatat sebesar 15,2% (yoy) untuk kredit investasi, 11,60% (yoy) untuk kredit modal kerja, dan 10,98% (yoy) untuk kredit konsumsi pada bulan Juli 2024.
Adapun pembiayaan syariah dan kredit UMKM tumbuh masing-masing sebesar 11,75% (yoy) dan 5,1% (yoy). “Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan kredit pada tahun 2024 diperkirakan akan berada batas atas kisaran 10-12%,” kata Perry.
Sedangkan rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) gross per Juli 2024 sebesar 2,26% dan NPL nett 0,78%. “Ke depan BI akan terus perkuat sinergi kebijakan dengan KSSK dan OJK dalam mitigasi risiko yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan,” kata Perry. ■