HANYA BERSELANG SEHARI setelah mencabut izin usaha PT BPR Lubuk Raya Mandiri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mencabut izin usaha Bank Perekonomian Rakyat (BPR) pada Rabu (24/7).
Melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-57/D.03/2024 tanggal 24 Juli 2024 , OJK mencabut izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Sumber Artha Waru Agung, yang beralamat di Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur.
“Pencabutan izin usaha PT BPR Sumber Artha Waru Agung merupakan bagian tindakan pengawasan yang dilakukan OJK untuk terus menjaga dan memperkuat industri perbankan serta melindungi konsumen,” ujar Plt. Kepala OJK Provinsi Jawa Timur, Bambang Mukti Riyadi dalam keterangannya, Rabu (24/7).
Sebelum mencabut izin usahanya, pada 21 Desember 2023, OJK telah menetapkan PT BPR Sumber Artha Waru Agung sebagai bank dengan status pengawasan Bank Dalam Penyehatan (BDP) berdasarkan pertimbangan Rasio Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM) di bawah ketentuan (negatif 17,54 persen) dan Tingkat Kesehatan (TKS) memiliki predikat “Tidak Sehat”.
Selanjutnya, pada 9 Juli 2024, OJK menetapkan PT BPR Sumber Artha Waru Agung sebagai bank dengan status pengawasan Bank Dalam Resolusi (BDR), setelah OJK telah memberikan waktu yang cukup kepada Pengurus BPR dan Pemegang Saham untuk melakukan upaya penyehatan termasuk mengatasi permasalahan permodalan. Namun demikian Pengurus dan Pemegang Saham BPR tidak dapat melakukan penyehatan BPR.
Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank Nomor 98/ADK3/2024 tanggal 18 Juli 2024 tentang Penyelesaian Bank Dalam Resolusi PT BPR Sumber Artha Waru Agung, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap PT BPR Sumber Artha Waru Agung dan meminta kepada OJK untuk mencabut izin usaha BPR tersebut.
Menindaklanjuti permintaan LPS tersebut, OJK melakukan pencabutan izin usaha PT BPR Sumber Artha Waru Agung. Dengan pencabutan izin usaha ini, LPS akan menjalankan fungsi penjaminan dan melakukan proses likuidasi sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sekor Keuangan.
“OJK mengimbau kepada nasabah PT BPR Sumber Artha Waru Agung agar tetap tenang karena dana masyarakat pada perbankan termasuk BPR dijamin oleh LPS sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Bambang.
Berkurangnya jumlah BPR dan BPRS ini terjadi karena konsolidasi baik melalui merger dan akuisisi maupun pembubaran BPR/BPRS yang bermasalah.
Pengurangan ini diperkirakan terus terjadi beberapa waktu ke depan. Selain telah mencabut izin 14 BPR/BPRS selama 2024 ini – hingga 24 Juli – upaya mendorong konsolidasi terus dilakukan. Hingga Maret 2024, terdapat 43 BPR/BPRS yang telah melakukan konsolidasi melalui merger menjadi 14 BPR/BPRS.
Selain itu, masih ada 25 BPR/BPRS dalam proses konsolidasi menjadi 8 BPR/BPRS dan terdapat 32 BPR/BPRS yang sedang dalam pemenuhan kelengkapan dokumen konsolidasi menjadi 10 BPR/BPRS.
OJK juga bakal menerapakan kebijakan Single Presence Policy yang mewajibkan satu orang tidak boleh memiliki banyak BPR/BPRS. Kebijakan Single Presence Policy ini diperkirakan akan secara signifikan mengurangi jumlah BPR.
Konsolidasi BPR/BPRS juga akan dilakukan melalui penguatan permodalan. Meski modal minimum untuk BPR relatif kecil, tetapi sampai saat ini masih cukup banyak BPR yang belum memenuhi ketentuan permodalan minimum. Penguatan permodalan ini, kata dia, diharapkan juga akan mendorong terjadinya merger sukarela. ■