Pemerintah Singapura dalam pernyataannya soal pencucian uang (money laundering) Kamis (20/6) mengungkapkan sektor perbankan Singapura, tak terkecuali pengelolaan kekayaan alias wealth management, memiliki risiko pencucian uang tertinggi.
Laporan pemerintah ini muncul setelah Singapura membongkar jaringan pencucian uang senilai US$2,24 miliar yang dijalankan orang asing, dan 10 pelanggar telah dijatuhi hukuman pada 10 Juni lalu. Laporan ini merupakan laporan penilaian risiko nasional terbaru sejak laporan sebelumnya diterbitkan pada tahun 2014.
Dari beberapa sumber disebutkan lebih dari 10 lembaga keuangan di Singapura. Mereka berstatus pemegang rekening atas nama pribadi atau bisnis. Sekitar S$1,4 miliar dari aset yang disita pada awal Oktober berada di rekening bank. Pada Credit Suisse Group AG tersimpan S$92 juta untuk Vang di Singapura.
Bank-bank lain yang terlibat adalah unit lokal Citigroup Inc. dan Bank Julius Baer, serta pemberi pinjaman terbesar di Singapura, yaitu DBS Group Holdings Ltd, Oversea-Chinese Banking Corp. dan United Overseas Bank Ltd.
Awal 2023 empat lembaga keuangan termasuk DBS dan sebuah perusahaan asuransi didenda S$3,8 juta karena skandal Wirecard. Pihak berwenang menyimpulkan bahwa mereka telah gagal memeriksa klien dan secara memadai menetapkan sumber kekayaan untuk klien yang berisiko tinggi.
Singapura banyak memperoleh keuntungan dari kuatnya arus masuk kekayaan ke Asia karena stabilitas politiknya, pajak yang rendah, dan kebijakan yang menguntungkan. Pusat keuangan Asia ini memiliki aset yang dikelola sebesar Sin$4,9 triliun (US$3,6 triliun) pada tahun 2022. Pada akhir tahun 2022, 76% aset yang dikelola Singapura berasal dari luar Singapura.
Jumlah kantor keluarga atau perusahaan terpadu yang mengelola portofolio orang-orang kaya di negara kota tersebut meningkat menjadi sekitar 1.400 pada tahun lalu dari 1.100 pada tahun lalu, menurut statistik pemerintah.
Seperti dikutip Reuters, pemerintah Singapura mnyatakan bahwa bank mempunyai eksposur yang lebih tinggi terhadap ancaman pencucian uang dan lebih mudah dieksploitasi karena besarnya volume transaksi yang mereka tangani dan eksposur mereka terhadap nasabah dari yurisdiksi berisiko tinggi, sebut Kementerian Dalam Negeri, Bank Sentral dan Kementerian Keuangan Singapura. Para penjahat menyimpan uang di rekening bank di Singapura dan mengonversikannya menjadi real estat, mobil, tas, dan perhiasan.
Sejak kasus pencucian uang muncul tahun lalu, pemerintah Singapura telah membentuk panel antar kementerian untuk meninjau rezim anti pencucian uang dan mempertajam pengawasan terhadap masuknya kekayaan dan orang-orang kaya.
Dalam laporan penilaian risiko yang baru, Singapura mengatakan ancaman utama pencucian uang berasal dari penipuan, khususnya penipuan yang dimungkinkan oleh dunia maya. Lalu, kejahatan terorganisir, korupsi, kejahatan perpajakan, dan pencucian uang berbasis perdagangan.
Laporan tersebut juga mengidentifikasi sektor-sektor berisiko baru yang tidak termasuk dalam laporan sebelumnya. Contohnya, penyedia layanan token pembayaran digital dan dealer batu mulia dan logam mulia.
“Posisi Singapura sebagai pusat keuangan internasional dan sebagai pusat perdagangan dan transit dengan ekonomi yang sangat berorientasi eksternal membuat Singapura menghadapi risiko para penjahat yang mengeksploitasi keterbukaan ekonomi, sistem keuangan, dan infrastruktur bisnis kita untuk mencuci atau memindahkan dana dan aset terlarang,” demikian pernyataan itu. ■