Penyalahgunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dinilai merupakan tanggung jawab bersama.
Menurut Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta, QRIS telah memiliki standar nasional yang mengacu pada fitur keamanan internasional. Di sisi lain, BI bersama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), dan pelaku industri Penyedia Jasa Pembayaran (PJP), selalu melakukan sosialisasi dan edukasi terkait keamanan transaksi QRIS kepada para merchant
“Kenapa ini jadi tanggung jawab bersama dari sisi pedagangnya dari merchantnya, pedagang itu harus memastikan QRIS itu dalam pengawasannya. Barcodenya itu ada dalam pengawasannya. Jangan barcodenya ditaruh di sembarang tempat. Jadi harus diawasi kalau pembelinya itu men-scan QRIS yang ada di depan dia atau dalam mesin EDC (electronic data capture),” ujarnya, Kamis (20/6).
Menurut dia, pengguna QRIS juga perlu selalu melakukan pengecekkan status setelah melakukan pembayaran. Setelah itu, menurutnya, akan ada notifikasi atau pemberitahuan ke si penjual.
“Kalau belanja QRIS sampai bunyi atau di EDC-nya ok. Ada tanggung jawab dari pembeli juga, customer, dia harus memastikan QRIS yang dia scan itu namanya benar. Jangan misalnya itu yayasan apa, tapi namanya toko apa itu tidak pas,” tambah Filianingsih.
Menurutnya, butuh kerja sama seluruh pihak terkait untuk meminimalisir penyalahgunaan QRIS. BI bersama ASPI selalu melakukan pengawasan.
“Di Bank Indonesia dan ASPI kita selalu melakukan pengawasan terhadap PJP QRIS dan juga terhadap perlindungan konsumen itu tanggung jawab bersama,” demikian Filianingsih. ■