ADA temuan menarik dalam perayaan Hari Kartini bertema “Peran Perempuan dalam Transformasi Fintech P2P Lending” yang digelar Asosiasi Fintech dan Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dan Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) akhir April lalu. Temuan itu adalah kenyataan bahwa mayoritas perempuan berutang untuk kebutuhan rumah tangga.
Namun dibandingkan laki-laki, ini kata Direktur Eksekutif AFPI) Yasmine Meylia Sembiring, tingkat keberhasilan bayar (TKB) perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
“Data yang ada mengatakan bahwa 85% aktiva belanja dalam keluarga itu dipegang oleh perempuan. Karena itu penting sekali supaya perempuan melek edukasi dan literasi keuangan,” katanya.
Ironisnya, tidak sedikit laki-laki sebagai kepala rumah tangga tidak peduli pada kebutuhan rumah tangga yang semakin meningkat. “Akibatnya banyak istri berutang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.”
Mengutip penelitian tentang lending platform pada 2023 yang dilakukan FISIP UI, ternyata para istri berutang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena para suami tak mau tahu kebutuhan rumah tangga. Mereka berutang ke teman, kelompok arisan atau bank keliling.
“Tentunya ini menjadi peluang bagi fintech P2P lending unntuk masuk ke segmen perempuan. Apalagi kalau pinjam ke fintech, mereka [perempuan atau ibu-ibu] kan nggak perlu cerita dulu masalah hidupnya, beda kalau pinjam ke teman atau arisan,” ujar Yasmine.
Lebih lanjut dia mengatakan, AFPI akan terus mendorong inklusi perempuan di industri keuangan khususnya fintech P2P lending terus marak dilakukan. Pasalnya, perempuan merupakan setengah dari populasi Indonesia dan memiliki potensi ekonomi yang besar.
“Inklusi perempuan dalam industri fintech P2P lending dapat membantu meningkatkan akses mereka terhadap pendanaan dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Yasmine.
Penguatan inklusi keuangan pada kaum perempuan juga harus gencar dilakukan, mengingat data dari survei AFTECH yang menunjukkan bahwa 39,23% transaksi fintech disumbang oleh kalangan perempuan, dan sebanyak 53,3% penyelenggara fintech menganggap urgensi pasar perempuan cukup penting.
Yasmine mengatakan lebih dari Rp10 triliun dana dari sebagian besar pemberi pinjaman perkotaan telah tersalurkan kepada 1,5 juta perempuan pengusaha ultra-mikro di lebih 55.000 desa baik di Jawa dan luar Jawa.
Menurutnya upaya untuk inklusi peran perempuan pada industri fintech P2P lending dilakukan dengan cara meningkatkan visibilitas pemimpin perempuan di industri fintech melalui partisipasi dalam acara-acara publik, maupun program pelatihan untuk pengusaha perempuan.
Sementara itu, Chief Business, Legal, and Compliance Officer Rupiah Cepat, Yolanda Sunaryo mengatakan, peran perempuan penting dalam industri P2P lending.
“Inklusi keuangan memegang peran penting dalam memberdayakan perempuan secara finansial. Dengan akses yang lebih luas terhadap produk dan layanan keuangan, perempuan dapat membangun tabungan, mengelola investasi, dan mengurangi risiko keuangan,” ujarnya.
Apalagi, lanjut dia, tingkat pengembalian utang pada perempuan itu lebih tinggi dibanding laki-laki. “Perempuan lebih bertanggung jawab pada utangnya. Dari profil peminjam di Rupiah Cepat, sebanyak 51% adalah perempuan.” ■