Setelah 4 tahun digulirkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan program restrukturisasi kredit untuk dampak Covid-19 telah berakhir hari ini, 31 Maret 2024.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyampaikan, industri perbankan telah siap menghadapi berakhirnya kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak Covid-19 pada 31 Maret 2024.
“Menandai 4 tahun program ini bergulir sejak pertama kali diberlakukan pada 16 Maret 2020 silam. Berakhirnya kebijakan tersebut konsisten dengan pencabutan status pandemi Covid-19 oleh Pemerintah pada Juni 2023, serta mempertimbangkan perekonomian Indonesia yang telah pulih dari dampak pandemi, termasuk kondisi sektor riil,” katanya, Minggu (31/3).
Menurut Mahendra, restrukturisasi kredit yang diterbitkan sejak awal 2020 telah banyak dimanfaatkan oleh debitur terutama pelaku UMKM. Stimulus restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan countercyclical dan merupakan kebijakan yang sangat penting (landmark policy) dalam menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum untuk melewati periode pandemi.
OJK menilai kondisi perbankan Indonesia saat ini memiliki daya tahan yang kuat (resilient) dalam menghadapi dinamika perekonomian dengan didukung oleh tingkat permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan manajemen risiko yang baik.
“Hal tersebut juga didukung oleh pemulihan ekonomi yang terus berlanjut, dengan tingkat inflasi yang terkendali dan tumbuhnya investasi. Sejalan dengan hal itu, sejak diterbitkannya Keppres No. 17 Tahun 2023 pada Juni 2023 yang menyatakan status pandemi Covid-19 di Indonesia dinyatakan telah berakhir, aktivitas ekonomi masyarakat terus meningkat,” katanya.
Berbagai indikator pada Januari 2024 menunjukkan perbankan Indonesia dalam kondisi yang baik; tercermin dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) di level 27,54%, kondisi likuiditas yang ditunjukkan oleh Liquidity Coverage Ratio (LCR) sebesar 231,14% dan Alat Likuid/Non Core Deposit (AL/NCD) sebesar 123,42%, serta tingkat rentabilitas yang memadai.
Ibdikator positif itu diharapkan menjadi pondasi yang kuat untuk memitigasi risiko yang solid di tengah kondisi perekonomian global yang masih tidak menentu. Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga di bawah threshold 5% yaitu NPL Gross sebesar 2,35% dan NPL Net sebesar 0,79%. ■