digitalbank.id – INDUSTRI jasa keuangan memiliki peran penting dalam mewujudkan konsep green economy (ekonomi hijau). “Kalau kita ingin pembiayaan green project makin cepat, mari kita dukung agar nanti kalau bank mau menerbitkan green bond itu bisa mendapatkan special interest dan dapat diskon tidak harga premium,” kata Achmad Solichin Lutfiyanto selaku Direktur Kepatuhan BRI sekaligus Anggota Perbanas.
Di tengah masa transisi, Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) menilai bahwa terdapat sejumlah tantangan dan peluang yang akan dihadapi oleh sektor jasa keuangan khususnya industri perbankan. Solichin menilai urgensi implementasi konsep ekonomi hijau kian tinggi seiring dengan meningkatnya sejumlah isu yang menyangkut permasalahan lingkungan.
“[Mengacu pada data] World Economic Forum pada tahun 2023, kita lihat sepuluh besar global risk itu terkait isu lingkungan. Jadi, sekali lagi kenapa ini menjadi penting karena 6 dari 10 menyangkut isu lingkungan,” jelasnya dalam agenda Green Economy Forum yang diselenggarakan oleh Bisnis Indonesia, Selasa (6/6/2023).
Apabila hal tersebut tak mendapat penanganan khusus, Solichin menambahkan, hal itu dipercaya akan menimbulkan penurunan kualitas alam dan mengundang munculnya pandemi yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi global. Di sinilah peran penting industri jasa keuangan dalam menjaga stabilitas ekonomi.
Sebetulnya, konsep ekonomi hijau bukanlah frasa baru dalam sektor industri jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahkan telah mengeluarkan regulasi mengenai penerapan keuangan berkelanjutan bagi lembaga jasa keuangan, emiten, dan perusahaan publik yang tertuang pada POJK 51/2017.
Meski demikian, kata Solichin, hingga saat ini implementasinya masih berada pada level minimum. “Kalau kita lihat portofolio, dari total hampir Rp1.290 triliun sustainable finance itu porsi green project dari 4 bank besar [BRI, Bank Mandiri, BCA, dan BNI] jumlahnya hanya Rp326 triliun,” tegasnya.
Bukan tanpa alasan, Perbanas menilai bahwa perlambatan akselerasi progres dalam mewujudkan konsep ekonomi hijau itu dikarenakan oleh sempitnya peluang bagi industri jasa keuangan RI menyalurkan pembiayaan green project. Tak melulu faktor internal, faktor geografis juga dinilai menjadi salah satu hal yang menghambat RI dalam menerapkan konsep ekonomi hijau.
“Kalau kita bicara pembiayaan energi terbarukan, misal kita mau implementasi listrik tenaga baru, Indonesia sebagai negara tropis kan anginnya tidak sebesar di negara 4 musim. Kemudian kalau kita bicara tenaga surya, itu juga jadi kendala karena kita hanya punya dua musim, summer [musim panas] tidak selama di Eropa. Itu menjadi concern bagi Indonesia sebagai tropical country,” paparnya.
Namun demikian, Solichin menambahkan, bukan tidak mungkin suksesi implementasi konsep green economy dapat digalakan. Kerja sama antar seluruh stakeholder dipercaya menjadi kunci utama. Di tambah lagi, komitmen serius Indonesia terhadap pengurangan emisi karbon dinilai dapat menjadi batu loncatan yang dapat memacu laju potensi pertumbuhan pembiayaan hijau ke depan. ■