digitalbank.id – LEMBAGA Penjamin Simpanan (LPS) memprediksikan suku bunga simpanan bakal meningkat secara bertahap, seiring dengan kenaikan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin menjadi 4,25 persen. Dalam laporan likuiditas bulanan yang dirilis LPS, proyeksi kenaikan suku bunga simpanan akan berdampak pada perubahan strategi pengelolaan likuiditas bank guna mengantisipasi kenaikan kredit dan kebijakan perubahan Giro Wajib Minimum (GWM) oleh bank sentral.
Meski demikian, kondisi likuiditas bank yang saat ini masih relatif longgar diproyeksikan bakal mengurangi potensi pergerakan suku bunga secara berlebihan. Pada simpanan valas, kenaikan suku bunga yang masih berlangsung dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga offshore. “Penyesuaian suku bunga ke depan diperkirakan akan tetap mempertimbangkan kondisi likuiditas dan spread antara biaya bunga simpanan dan kredit dalam rangka menjaga net interest margin [NIM],” demikian yang tersaji laporan LPS dikutip pada Minggu (9/10/2022).
LPS mencatat sampai dengan akhir Agustus 2022, pergerakan suku bunga simpanan rupiah masih stabil dengan rata-rata suku bunga pasar atau SBP cenderung naik. Rerata tingkat bunga deposito rupiah seluruh bank pada akhir Agustus naik 1 basis poin (bps) ke level 3,09 persen. Sementara itu, pada periode yang sama suku bunga maksimum dan minimum tetap stabil di level 3,63 persen dan 2,54 persen. Suku bunga simpanan valas juga menunjukkan kenaikan seiring dengan meningkatnya suku bunga offshore.
Tercatat suku bunga maksimum naik 11 bps menuju level 0,84 persen, sedangkan suku bunga minimum serta rata-rata seluruh bank valuta asing masing-masing meningkat 2 bps dan 6 bps ke level 0,46 persen dan 0,65 persen. Chief Executive Officer Citi Indonesia Batara Sianturi menuturkan likuiditas rupiah perbankan masih terjaga walaupun sudah berkurang sebagai akibat dari kenaikan tingkat GWM.
Namun, dia menilai likuiditas akan kembali meningkat jelang akhir tahun. “Menjelang akhir tahun, likuiditas perbankan kami perkirakan akan meningkat kembali seiring dengan meningkatnya siklus belanja pemerintah di mana tambahan dana akan masuk ke dalam sistem perbankan,” ujar Batara baru-baru ini.
Terjaganya level likuiditas perbankan setidaknya tecermin dari laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang menyebut likuiditas perbankan masih dalam level memadai meski di tengah tren penurunan likuiditas akibat kenaikan GWM serta suku bunga acuan. Likuiditas bank yang tinggi terlihat dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 26,52 pada Agustus 2022.
Permodalan juga dalam posisi tangguh, tercermin dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) Juli 2022 sebesar 24,86 persen. Batara menambahkan bahwa hingga semester I/2022, Citi Indonesia mampu menjaga kualitas dana pihak ketiga secara berkelanjutan dengan tumbuh sebesar 11,1 persen year-on-year (yoy). Ini membuat Citi mencatatkan loan to deposit ratio (LDR) secara sehat sebesar 64 persen. Adapun, portofolio kredit Citi pada paruh pertama 2022 meningkat 9,8 persen yoy menjadi Rp43,7 triliun. Kontribusi utama pertumbuhan kredit berasal dari lini bisnis institutional banking, terutama pada sektor industri manufaktur serta perantara keuangan. “Kami berharap kenaikan suku bunga tidak akan mempengaruhi terhadap target DPK dan kredit kami di Citi Indonesia. Kami terus mendorong pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga ke berbagai segmen nasabah dan sektor,” tutur Batara.(SAF)