digitalbank.id – Rencana PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) menambah modal melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMTED) atau Rights Issue semakin menemukan titik terang. Setelah melakukan keterbukaan informasi awal pada awal pekan ini, sekarang manajemen BBTN mendapatkan lampu hijau dari DPR RI.
Hal tersebut merupakan salah satu kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR RI dengan Direktur Jenderal (Dirjen) Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rionald Silaban dan Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo, Rabu (14/9).
“Komisi XI DPR RI menyetujui Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp2,48 triliun kepada PT Bank Tabungan Negara Tbk melalui skema Rights Issue. Nilai Rights Issue porsi Publik sebesar Rp1,65 Triliun dengan porsi saham Pemerintah sebesar 60% dan Kepemilikan saham Publik sebesar 40%,” tulis salah satu kesimpulan yang dibacakan Wakil Ketua Komisi XI Amir Uskara.
Dalam kesimpulan berikutnya, Komisi XI menyatakan PMN kepada BTN dimaksudkan untuk memperkuat struktur permodalan BTN dengan capital adequacy ratio (CAR) terjaga di atas 15,4%.
Selain itu, PMN juga akan meningkatkan kemampuan bisnis dari BTN, khususnya penyaluran 1,32 juta unit Kredit Pemilikan Rumah (KPR), yang akan mendukung target prioritas nasional di bidang perumahan, serta pengembangan bisnis berbasis ekosistem perumahan.
“BTN telah meningkatkan kinerjanya yang ditunjukan dengan meningkatnya profitabilitas, efisiensi operasional, risiko likuiditas yang terjaga, pengelolaan aset yang berkualitas dan risiko modal yang terjaga,” ujar Amir membaca kesimpulan yang keempat.
Berikutnya, DPR RI juga meminta kepada Kementerian Keuangan untuk mensinergikan ekosistem pembiayaan perumahan yang lebih efisien, antara lain sinergi BTN, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), PT Sarana Multigriya Finansial (Persero), dan lain-lain. Selain itu, Kementerian Keuangan juga diminta untuk mengoptimalkan manfaat Privatisasi BTN dalam meningkatkan kontribusi penerimaan negara, penyediaan fasilitas KPR, meningkatkan penciptaan lapangan pekerjaan dan memperkuat industri lokal serta UMKM dari proyek perumahan yang dibiayai.
Dalam RDP ini, Kementerian Keuangan menyatakan tidak ada rencana akuisisi maupun merger antara BTN dengan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI).
“Kami mewakili Kementerian Keuangan sebagai ultimate shareholder (BUMN). Kami belum pernah menerima proposal terkait dengan usulan merger (BTN dan BNI),” tegas Rionald.
Jawaban Rionald ini mendapatkan apresiasi dari anggota Komisi XI yang hadir karena meluruskan wacana liar yang berkembang akhir-akhir ini.
“Kalau pak Rio sudah berkata seperti ini maka ini bisa menjadi jaminan bagi kita semua,” kata Anggota Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan Eriko Sotarduga.
Apresiasi terhadap jawaban ini juga disampaikan oleh Anggota Komisi XI dari Fraksi Nasdem Satori.
“Mendengar jawaban pak Rio rasanya plong. Terima kasih pak itu suatu kepastian terkait masalah yang belum jelas,” ujar Satori.
Sebelumnya tentang isu akuisisi BTN oleh BNI Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo meluruskan informasi tersebut. Menurut Kartika yang akrab dipanggil Tiko, wacana tersebut merupakan wacana lama yang sudah dibatalkan.”Wacana itu sudah dibatalkan,” ungkap Tiko.
Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini juga membantah bahwa pihaknya memiliki rencana untuk mengakuisisi BTN. Menurut Novita, wacana ini tidak ada dalam rencana aksi korporasi BNI.
“Nah, terkait wacana akuisisi BTN kami sampaikan bahwa rencana tersebut tidak ada dalam corporate plan BNI dan memang tidak ada arahan lebih lanjut dari pemegang saham untuk menjadikan akuisisi BTN ini menjadi aksi korporasi BNI. Sampai saat ini tidak ada rencana itu,” ungkap Novita dalam Public Expose Live 2022 yang diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia secara virtual, Selasa (13/9). (HAN)