digitalbank.id – PERUSAHAAN fintech peer-to-peer lending (P2P) kini harus terus berbenah Pasalnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menaikkan modal awal disetor perusahaan fintech peer-to-peer lending (P2P) atau pinjaman online (pinjol) menjadi Rp25 miliar.
Hal itu tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (POJK LPBBTI/ fintech P2P lending). Aturan ini berlaku sejak diundangkan pada 4 Juli 2022 dan mencabut POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
“POJK LPBBTI ini dikeluarkan untuk mengembangkan industri keuangan yang dapat mendorong tumbuhnya alternatif pembiayaan, mempermudah dan meningkatkan akses pendanaan bagi masyarakat dan pelaku usaha melalui suatu layanan pendanaan berbasis teknologi informasi,” ujar Deputi Komisioner Humas dan Logistik Anto Prabowo dalam keterangan resmi, Jumat (15/7).
Beleid ini, sambungnya, juga merupakan penyempurnaan dari POJK 77/2016 dalam rangka mengakomodasi perkembangan industri yang cepat dan lebih kontributif serta memberikan pengaturan yang optimal pada perlindungan konsumen.
Dalam Pasal 4 POJK 77/2016, penyelenggara pinjol wajib memiliki modal awal disetor paling sedikit Rp1 miliar saat pendaftaran dan Rp2,5 miliar saat mengajukan permohonan perizinan.
Ketentuan baru juga mewajibkan perusahaan pinjol berbentuk perseroan terbatas PT. Selain itu, perusahaan pinjol juga wajib setiap saat memiliki ekuitas paling sedikit Rp12,5 miliar.
Berikut substansi aturan baru OJK terkait perusahaan pinjol:
1. Penyelenggara LPPBTI harus didirikan dalam bentuk badan hukum perseroan terbatas dengan modal disetor pada saat pendirian paling sedikit Rp25 miliar;
2. Penyelenggara wajib memiliki paling sedikit 1 pemegang saham pengendali (PSP);
3. Penyelenggara harus terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari OJK;
4. Penyelenggara konvensional yang melakukan konversi menjadi penyelenggara berdasarkan prinsip syariah wajib memperoleh persetujuan dari OJK;
5. Calon pihak utama (PSP, direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas syariah) wajib memperoleh persetujuan dari OJK sebelum menjalankan tindakan, tugas, dan fungsinya sebagai pihak utama;
6. LPBBTI dapat dilakukan melalui pendanaan produktif dan pendanaan multiguna;
7. Batas maksimum pendanaan oleh setiap pemberi dana dan afiliasinya paling banyak 25 persen dari posisi akhir pendanaan pada akhir bulan;
8. Penyelenggara wajib memenuhi ketentuan batas maksimum manfaat ekonomi pendanaan;
9. Untuk mendukung program pemerintah, penyelenggara dapat melakukan kerja sama dengan instansi pemerintah untuk menjadi mitra distribusi atas surat berharga negara;
10. Penyelenggara wajib menggunakan sistem elektronik dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dan wajib dimiliki, dikuasai, dan dikendalikan oleh Penyelenggara;
11. Penyelenggara wajib menyampaikan data transaksi pendanaan kepada pusat data fintech lending OJK dengan mengintegrasikan Sistem Elektronik milik penyelenggara pada pusat data fintech lending;
12. Penyelenggara wajib setiap saat memiliki ekuitas paling sedikit Rp12,5 miliar
13. Penyelenggara wajib memiliki paling sedikit dua anggota direksi;
14. Penyelenggara wajib memiliki paling sedikit seorang anggota dewan komisaris dan paling banyak sama dengan jumlah anggota direksi;
15. Penyelenggara berdasarkan prinsip syariah wajib memiliki paling sedikit satu anggota dewan pengawas syariah;
16. Penyelenggara wajib memiliki unit audit internal yang dijalankan oleh paling sedikit seorang SDM; dan
17. Permohonan perizinan, permohonan persetujuan dan pelaporan disampaikan melalui sistem jaringan komunikasi data OJK.
(SAF)