digitalbank.id – Pelaku bisnis asuransi mengungkapkan tidak semua pinjaman dari fintech p2p lending dapat diasuransikan karena setiap produk memiliki tingkat risiko yang berbeda. Maka dari itu, perusahaan asuransi perlu lebih dulu membuat skema untuk bisa mendapat gambaran tentang karakteristik dan risiko dari setiap produk.
Adhika Nurbuditya dari Departemen Asuransi Kredit Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) dalam satu webinar “Asuransi Kredit untuk Pinjaman Fintech P2P Lending: Peluang atau Ancaman?” belum lama ini mengatakan karena tidak semua pinjaman dari fintech p2p lending dapat diasuransikan karena setiap produk memiliki tingkat risiko yang berbeda, maka pemahaman akan produk dan karakteristik fintech p2p lending itu menjadi sangat penting.
Baca juga: Sepanjang 2022 Restock bidik penyaluran pembiayaan sebesar Rp1,4 triliun
“Tidak serta merta (perusahaan) sudah digital dan lainnya, tapi di satu sisi tidak paham bisnisnya dan hanya ikut-ikutan saja. Satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa risiko fintech itu tinggi, tapi beberapa produk bisa digunakan untuk kita bisa masuk ke sini,” ujarnya.
Menurut dia, keputusan untuk menggarap bisnis asuransi kredit di fintech p2p lending tergantung pada risk appetite setiap perusahaan asuransi. Di samping itu, perusahaan asuransi harusnya juga sudah sadar bahwa pertumbuhan penyaluran pinjaman fintech p2p lending sudah sangat cepat.
“Saya takut kita telat masuk, saya khawatirkan seperti itu. Tapi kalau memang Bapak/Ibu (perusahaan asuransi) belum siap, coba kita pelajari pelan-pelan dari sisi produk, apa yang perlu kita lakukan dari sisi risiko kredit, termasuk kolaborasi. Dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, bisa membuat ancaman menjadi peluang untuk kita bisa memperoleh premi yang cukup signifikan dan kontribusi positif dari fintech p2p lending,” ujar Adhika.
Baca juga: Kolaborasi BPR dan fintech sangat efektif untuk dongkrak kinerja
Data AAUI mencatat lini bisnis asuransi kredit berhasil membuahkan premi senilai Rp 13,68 triliun atau mencakup pangsa pasar sebesar 17,5% pada akhir 2021. Asuransi kredit sendiri masuk tiga besar penghasil produksi premi terbesar bagi asuransi umum Indonesia, dalam tiga tahun belakangan.
Terlepas dari potensi yang ada, perusahaan asuransi yang menggarap bisnis asuransi kredit turut diimbau meramu kebijakan harga yang sesuai. Sehingga bisa mendukung keberlangsungan hidup perusahaan asuransi dalam jangka panjang. (HAN)