digitalbank.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengubah pengelompokan bank dari Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) menjadi Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI). Perubahan ini sejalan dengan aturan baru OJK terkait peningkatan modal inti bank umum yang menjadi sebesar Rp3 triliun. Aturan terkait modal inti bank umum tertuang dalam peraturan OJK (POJK) Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum.
Lalu bagaimana dengan nasib PT Bank Jasa Jakarta? Per September 2021, Bank Jasa Jakarta tercatat baru memiliki modal inti sebesar Rp1,61 triliun. Sesuai ketentuan OJK, bank umum mesti memenuhi modal inti minumum Rp2 triliun sebagai tahapan untuk mencapai batas modal inti minium bank Rp3 triliun yang harus dicapai pada akhir 2022.
Baca juga: Luncurkan platform agregator pinjaman online, Telkomsel andalkan analisis data
Duit dari mana? Dari Hong Kong? Begitu kira-kira ketika Bank Jasa Jakarta bakal berencana menambah kecukupan modalnya. Tapi nasib berkata lain. Bank kecil ini malah dilirik Taipan asal Hong Kong, Li Ka-shing, melalui bendera WeLab Ltd., yang juga raksasa fintech di negaranya yang dikenal dengan nama WeLab Bank.
BJJ sebagai bank digital
WeLab seperti dikutip Bloomberg, sudah menyuntikkan dana sebesar US$240 juta atau Rp3,45 triliun sebagai bentuk akuisisinya dan akan menjadikan BJJ, bank pasar dan ritel yang berumur 32 tahun itu sebagai bank digital.
Li Ka-shing yang juga dikenal sebagai salah satu pengusaha berpengaruh di Asia ini, memang memang berambisi melebarkan sayap bank digitalnya, tidak hanya di Hong Kong saja, tapi juga Indonesia, Vietnam, Filipina, Kamboja, Thailand dan kawasan Asia lainnya.
Taipan berusia 93 tahun yang lahir di Guangdong dan kini menetap di Hong Kong itu, menguasai gurita bisnis, dari mulai properti, infrastruktur, pelabuhan, perusahaan teknologi, keuangan, dan masih banyak jenis usaha lainnya.
Baca juga: Keren, Jenius sebagai most searched bank digital di Indonesia dan kawasan Asia Oceania
Tak heran, bila Forbes menempatkan dirinya sebagai orang paling tajir di Hong Kong dengan kekayaan bersih US$35,4 miliar atau setara Rp495 triliun di 2021 ini.
Berasal dari keluarga kampung miskin di China, Li kemudian hijrah ke Hongkong akibat invasi Jepang tahun 1940. Dari sinilah awal mula Li yang dengan bekal pendidikan seadanya mulai mengasah talenta bisnis sebagai seorang salesman produk berbahan plastik. Tak pelak, hal itu menjadi cikal bakal Li, yang pada 1950, mendirikan perusahaan Cheung Kong yang akhirnya maju pesat.
Pengusaha properti
Li terus memperluas bidang usahanya, masuk ke di bidang properti pada 1970 yang kemudian membuat menjadi pengembang swasta terkenal. Di tahun 1979, dia mengakuisisi perusahaan dagang di Inggris bernama Hutchison Whampoa yang selanjutnya, berhasil disulapnya menjadi perusahaan operator pelabuhan independen terbesar di dunia.
Masih tak puas dengan apa yang sudah diraih, tangan dinginnya terus merambah bisnis minyak Husky Oil di Kanada, operator seluler di Australia, Eropa dan Amerika Serikat. Ada juga usaha Li yang cukup populer yang didirikan di negri kelahirannya, China, yaitu perusahaan layanan internet Tom-tom.
Baca juga: Akulaku tawarkan layanan keuangan dengan konsep contactless, paperless dan cashless
Taipan gaek ini memang punya segudang pengalaman di berbagai bisnis. Bukan hanya telekomunikasi dan teknologi, tapi juga di bisnis keuangan dengan mendirikan perusahaan WeLab, yang menaungi bisnis fintechnya.
Kini, lewat WeLab Ltd di bawah naungan Sequoia Capital miliknya pula, Li mulai melebarkan sayap bisnis keuangan, terutama ambisinya mendirikan bank digital melalui skema akuisisi sebagai targetnya di seluruh kawasan Asia.
Di Indonesia, dia telah memilih dan mengakuisisi 24% saham PT Bank Jasa Jakarta (BJJ), sebuah bank berumur yang kini memang tengah mencari tambahan modalnya sekitar 400 miliar lagi, untuk mencapai ketentuan OJK.
Fokus segmen ritel
Kinerja Bank BJJ sendiri, sekilas memang baik-baik saja mengingat bank ini bukan pendatang baru, tapi adalah bank yang sudah beroperasi lebih dari 32 tahun yang berpusat di Jakarta yang berfokus pada segmen ritel.
Berdasarkan laporan per September lalu, modal inti bank sebesar Rp1,61 triliun. Rasio keuangan bang ini pada semester III/2021 mampu menekan kridit bermasalah (NPL-nya) dari 2,16 % menjadi 1,83 %. Adapun ROE di level 5,09 dan ROA-nya 1,58 %. Indikator lainnya, menunjukan bank ini tidak terlalu buruk di masa pandemi.
Baca juga: Milenial dan Gen Z, kelompok digital native pewaris kekayaan US$68 triliun baby boomer
Pasca akuisisi WeLab terhadap Bank BJJ nantinya, baik kekurangan modal dan persoalan teknologi lainnya, tentu bank ini bakal terdongkrak kinerjanya lewat konsep digitalisasi. Apalagi pengendalinya bukan Taipan sembarangan.
Taipan yang dikenal sebagai filantropi ini juga, seperti filantropi lainnya, tak lupa mendirikan ladang amalnya berupa Yasasan Li Ka-shing dan organisasi amal lainnya, dan telah menyumbang Jutaan dolar untuk pendidikan, rumah sakit di Asia Timur dan Amerika Utara.
Li Ka-Shing, boleh saja disebut pengusaha gaek. Tapi untuk urusan cuan, dia mungkin paling paham, penguasaan teknologi, katanya, akan makin moncer jika dipadukan dengan bisnis finansial. Cuan memang tak kenal usia. (LUK)