DUA TAHUN LALU, tepatnya di ajang Indonesia Banking Expo 2019, bos Bank BCA Jahja Setiaatmadja sempat menyatakan kekaguman dan memuji kehebatan WeBank di jagad perbankan digital. Ia adalah bank online di China milik Tencent Holdings yang tak punya kantor cabang fisik dan merambah konsumennya dengan optimalisasi teknologi digital namun valuasinya [saat itu] bisa mencapai US$21 miliar. Wechat sebagai ekosistem digitalnya digadang-gadang punya 1 miliar pengguna.
WeBank menawarkan layanan pembayaran, kredit otomotif, kredit SME, kredit mikro, transfer, wealth management dan personal finance management. Tencent menjadikan WeChat sebagai super app dan memakai data dari aplikasi chatting itu untuk membuat scoring pada WeBank.
Yang membuat bos BCA itu kagum adalah proses pengajuan dan pengesahan kredit yang sangat cepat karena semua dilakukan online, tanpa kertas, tanpa kolateral dan bisa meminjam hingga Rp6 miliar. Kalau mau kagum lagi, tahukah Anda berapa lama proses yang diperlukan WeBank untuk persetujuan kredit yang jumlahnya bila dikurs ke rupiah bisa mencapai miliaran rupiah? WeBank cuma butuh waktu tak lebih dari 5 detik untuk persetujuan kredit dan tak sampai 1 menit untuk pencairan dananya.
Baca juga: Bank digital sebagai pandemic native, sebuah survei
Coba bandingkan dengan waktu yang dibutuhkan bank konvensional dalam pencairan kredit. Seminggu? Sebulan? Atau bahkan berbulan-bulan dan pinjaman juga belum tentu cair. Makanya, kehadiran bank digital macam WeBank ini membuat bank konvensional ketar-ketir.
WeBank menerapkan teknologi canggih untuk semua layanannya, termasuk pemanfaatan artificial intelligence (kecerdasan buatan) dengan fokus pada strategi biaya rendah. WeBank mengungkapkan dengan AI, biaya per akun cuma US$0,50 atau hanya sepersepuluh atau sepertigapuluh biaya yang diterapkan pada bank konvensional.
Teknologi ‘ABCD’
Bank ini dibangun di atas teknologi “ABCD”, yang merupakan kependekan dari AI (Artificial Intelligence), Blockchain, Cloud computing dan (big) Data sebagai basis strategisnya. Ini empat pilar utama infrastruktur teknologi yang diusung WeBank dan menjadi kunci suksesnya.
Henry Ma, Vice President and Chief Information Officer WeBank mengatakan WeBank memanfaatkan sebanyak mungkin teknologi terdepan untuk mendorong model bisnisnya, dan terus-menerus melakukan penelitian dan menerapkan aplikasi menggunakan AI, blockchain, cloud computing dan big data. “Kami melayani lebih dari 200 juta klien individu dan juga 1,3 juta klien UKM,” kata Henry Ma seperti dikutip Financial Times.
Baca juga: Ini rahasia Kakao Bank jadi bank paling moncer di Korea Selatan
WeBank adalah bank pertama yang didanai swasta dan bank khusus digital di China dengan ekosistem digital WeChat yang penggunanya saat didirikan mencapai 300 juta orang. Didirikan pada akhir 2014, dengan misi yang sangat spesifik pada peningkatan aksesibilitas dan kualitas layanan keuangan bagi individu dan usaha kecil yang tidak memiliki rekening bank dan tidak memiliki rekening bank di China, terutama UKM mikro. WeBank memiliki arsitektur in-house built dan in-house design, yang dalam satu hari kerja di tahun 2019 memproses lebih dari 574 juta transaksi [tahun 2020 sudah hampir 700 juta transaksi]. Satu jumlah transaksi perbankan yang fantastis.
Open bank
WeBank juga sering dideclare sebagai open banking alias “bank terbuka” dengan Paradigma ‘3O’-nya. Paradigma 3O yang dimaksud adalah Open Platform (Platform Terbuka), Open Innovation (Inovasi Terbuka) dan Open Collaboration (Kolaborasi Terbuka).
Mengutip Gartner, bank terbuka tak lain adalah bisnis platform, tempat data, algoritma serta catatan transaksi dan prosedur yang dibagikan di dalam ekosistem untuk menyajikan sejumlah layanan bagi para mitra kerja, termasuk berbagai pelanggan, pegawai, pengembang teknologi pihak ketiga, perusahaan fintech dan vendor.
Model perbankan terbuka bisa membantu pihak bank untuk menanamkan produk, risiko dan teknologi ke dalam industri tertentu, serta pada gilirannya, pihak bank dapat menjajaki pelanggan-pelanggan sasaran mereka secara lebih langsung. Hal ini merupakan situasi yang saling-menguntungkan. Sejumlah bank bisa memberikan berbagai layanan keuangan berdasarkan konteks, untuk para pelanggan yang paling memerlukannya di tengah beragam skenario. Di sisi lain, mitra-mitra usaha yang tak memiliki keahlian dan kapasitas di bidang keuangan, bisa melayani para pelanggannya dengan lebih baik.
Baca juga: Investasi teknologi bank digital mahal, bank kecil jangan bermimpi
Hasilnya, pihak bank bisa menjangkau segmen pasar yang berjumlah besar, yakni kalangan yang biasanya belum atau kurang terjangkau layanan perbankan, serta secara efektif mempromosikan keuangan inklusif.
WeBank giat mempraktikkan Paradigma ‘3O’ dan menerapkan sejumlah teknologi unggulannya dalam beberapa kasus penggunaan di industri keuangan, serta pada mitra-mitranya di industri-industri lain, termasuk layanan hukum, media, hiburan, layanan publik dan pemerintahan serta ritel. WeBank berupaya menjadi inovator bagi jasa keuangan yang kontekstual, pelopor di komunitas teknologi serta arsitek bagi ekosistem bisnis yang kolaboratif.
Hingga kini WeBank memiliki 2.000 orang karyawan dan lebih dari 56% dari mereka berada di bidang teknologi dan R&D. Mereka melakukan pemrograman, pengkodean, desain arsitektur atau ilmuwan data. WeBank sangat menekankan pada teknologi open source dan perangkat keras yang dikomoditisasi sehingga dapat menekan biaya semaksimal mungkin.
Let finance benefit the public
WeBank juga fokus melayani bagian dari pasar yang underbanked atau unbanked. Makanya jangan kaget kalau banyak dari nasabah WeBank adalah pelanggan yang sangat diabaikan oleh industri perbankan tradisional, seperti ibu rumah tangga misalnya. Tujuan bank ini memang membuat layanan keuangan lebih terjangkau bagi rumah tangga kecil. Dengan misinya “Let finance benefit the public”, WeBank terus memanfaatkan teknologi secara optimal agar bank benar-benar bisa melayani masyarakat di semua segmen.
Seperti diakui pihak WeBank, mayoritas pelanggannya tidak benar-benar memberi ukuran transaksi atau aliran pendapatan yang sangat besar.
“Jika Anda melihat angka pada laporan tahunan kami untuk tahun 2019, pendapatan rata-rata per pengguna hanya sekitar US$10. Jika Anda membandingkannya dengan bank lama lainnya, mereka biasanya lebih dari 10 kali lebih tinggi di China, dan untuk bank asing, mungkin 20 atau 30 kali lipat pendapatan kami per pelanggan. Tapi nyatanya, sejak didirikan akhir 2014 pada 2015 WeBank sudah meraup untung,” ujar Henry Ma.
Baca juga: Kecerdasan Buatan: Sebuah kekuatan baru dalam perbankan digital
Kecerdasan buatan, blockchain, teknologi cloud, dan data besar memungkinkan WeBank berinteraksi lebih baik dengan pengguna. WeBank menjalankan layanan pelanggan berdasarkan kecerdasan buatan. Dengan begitu, bank ini mampu menangani lebih dari 1 juta pertanyaan pada hari biasa. Pertanyaan ini ditangani oleh chatbots kami untuk lebih dari 98% dari total pertanyaan pelanggan yang masuk.
Dengan blockchain, WeBank merekam banyak detail transaksi sebagai bukti digital ke blockchain. Dengan cloud computing semuanya berjalan di awan pribadi dan WeBank tidak bergantung pada teknologi eksklusif. Ini memungkinkan WeBank mencapai skalabilitas yang kami miliki saat ini. Sementara pemanfaatan big data untuk melakukan underwriting dan pemasaran yang presisi, menjangkau audiens yang sangat spesifik yang mungkin membutuhkan produk keuangan yang diawarkan.
WeBank menggabungkan banyak teknologi modern untuk memberikan landasan bagi arsitektur platform perbankan berwawasan ke depan yang mencakup cloud, layanan mikro, teknologi terbuka, database sumber, analitik tertanam yang kuat, dan AI — semuanya membantu bank digital meningkatkan efisiensi operasional, mengurangi biaya, dan menskalakan lebih cepat.
Dengan optimalisasi teknologi, tak heran kalau WeBank menjadi salah satu dari sedikit bank digital di dunia yang profitable. Pada akhir 2019, laba bersih WeBank adalah 3,95 miliar yuan (hampir US$600 juta), meningkat 59,7% dari tahun ke tahun. Total aset bank tumbuh sebesar 32%, mencapai 300 miliar yuan (US$4,5 miliar). Ya, WeBank adalah bank digital yang ‘dilahirkan’ dari hasil perkawinan antara AI, blockchain, cloud computing dan big data. (HAN)