digitalbank.id – PAKAR TRANSFORMASI DIGITAL Bayu Prawira Hie mengungkapkan retail banking di Indonesia cuma punya waktu maksimal 3 tahun ke depan untuk melakukan transformasi digital bila tidak mau banknya lenyap.
“Saya kira, corporate banking masih punya cukup waktu untuk bertahan. Tapi tidak demikian halnya dengan retail banking. Dalam waktu 3 tahun ke depan mereka harus bertransformasi menjadi digital, tidak ada pilihan, no choice,” ujarnya menjawab pertanyaan digitalbank.id usai acara peluncuran e-book-nya, Panduan Transformasi Digital Bank di Indonesia, Jumat (5/11).
Kondisi yang dihadapi perbankan saat ini sama dengan kondisi yang dihadapi perusahaan seperti travel agent atau media beberapa waktu lalu. “Kalau tidak bertransformasi menjadi digital, ya akan ditinggalkan,” tambah Bayu.
Baca juga: Bank BUMN adu strategi di jalur digital hadapi fenomena gig economy
Peluncuran e-book Panduan Transformasi Digital Bank di Indonesia yang ditulis oleh Dr. dr. Bayu Prawira Hie, MBA terselenggara berkat kerja sama Intellectual Business Community bersama Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) dan Perbanas Institute.
Dalam peluncuran tersebut, Bayu menyatakan bahwa bank di Indonesia harus segera meningkatkan tingkat kematangan digital dalam dimensi tatanan institusi dan manajemen risiko yang dinilai terendah di antara 6 dimensi yang dievaluasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan ini tercantum dalam Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan yang diluncurkan akhir Oktober lalu.
Bayu berharap buku setebal 260 halaman tersebut bisa mendukung meningkatnya kematangan digital dimensi tatanan institusi bagi semua bank di Indonesia. Oleh karena itu dia membagikan bukunya secara gratis kepada semua peserta, dan semua pihak yang memerlukannya, sebagai kontribusi terhadap dunia perbankan Indonesia.
Baca juga: Survei membuktikan, lebih dari 50% generasi milenial pilih bank digital
Acara peluncuran buku ini diisi dengan webinar yang membahas dua topik. Topik pertama adalah Efisiensi Operasional Bank dengan Digitisasi yang diisi oleh bagi pengalaman oleh Direktur IT dan Operasional Bank BNI YB Hariantono, Direktur Utama Bank BJB Syariah Indra Falatehan, dan Direktur IT dan Operasional Bank Sahabat Sampoerna Liliana Lie.
Topik kedua adalah Tantangan dan Peluang Bank Pembanguan Daerah (BPD) dalam Transformasi Digital yang diisi bagi pengalaman oleh Direktur Utama Bank Kalteng Yayah Diasmono, Direktur Utama Bank NTT Alexander Harry Riwu Kaho, dan Hermawan Thendean yang pada tahun 2014-2019 menjabat sebagai Executive VP Bank BCA untuk Teknologi Informasi yang memberi cara merombak sistem TI yang paling efisien yang sangat dibutuhkan semua bank dalam bertransformasi digital. Sementara Keynote Speech disampaikan Direktur Eksekutif dari Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda). Dr. dr. Bayu Prawira Hie, MBA sendiri berperan sebagai moderator acara.
Tantangan bank konvensional
Lebih lanjut Bayu mengatakan, faktor tantangan bagi bank konvensional adalah struktur biaya yang tinggi dan hal inilah yang bisa diefisienkan dengan digitisasi, oleh karena itu maka topik pertama Webinar ini menjadi penting. Sedangkan alasan pemilihan topik kedua menurut Bayu adalah karena BPD merupakan pemain kunci dalam mendukung UMKM provinsi, yang menjadi sokoguru perekonomian nasional.
Tantangan BPD yang umumnya termasuk kriteria KBMI 2 adalah antara lain bagaimana memenuhi kebutuhan berinvestasi seefisien mungkin dalam transformasi digital ini. Dengan bertransformasi digital, diharapkan BPD akan bisa berperan lebih besar untuk mendukung UMKM provinsi.
Baca juga: OJK Luncurkan blueprint transformasi digital bank di Indonesia
“Bank harus kembali kepada misi dasarnya, yaitu sebagai katalisator pergerakan ekonomi. Bank nasional sebagai katalis ekonomi nasional, dan BPD sebagai katalis ekonomi daerah. Hendaknya transformasi digital ini membawa bank kembali kepada misi dasar tersebut,” ujarnya.
Bayu Prawira Hie yang merupakan Doktor pertama di Indonesia dalam bidang transformasi digital ini berharap karyanya menjadi panduan untuk para bank di Indonesia untuk meningkatkan dimensi tatanan institusi yang masih dinilai rendah oleh OJK melalui kepemimpinan transformasi digital. (HAN)